Friday, October 12, 2012

Kalijodo dari Masa ke Masa


Kemasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari cinta sesaat, tak lekang oleh waktu. Di era setelah kemerdekaan, di tahun 1950-an, tempat ini masih dikenal sebagai kawasan pinggir kali, tempat orang mencari pasangan.


Penjaringan, salah satu kecamatan di Jakarta Utara, adalah salah satu sabuk dari kota tua Jakarta. Keberadaannya sudah dikenal sejak awal pembentukan kota Jakarta atau Batavia pada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini tak lain karena letaknya yang strategis, tak jauh dari pelabuhan lama, Sunda Kelapa.

Pembagian wilayah Jakarta, dalam administrasi modern berdasarkan beberapa distrik (setingkat kecamatan) sudah dimulai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada Abad ke-19. Saat itu, “Stad (kota) Batavia” dengan daerah-daerah di sekelilingnya merupakan suatu karesidenan, yang dipimpin oleh seorang residen.

Sampai awal abad ke-20, karesidenan Jakarta itu terdiri dari wilayah-wilayah yang disebut sebagaiafdeling. Wilayah Jakarta dibagi menjadi enam afdeling. Afdeling Stad en Voorsteden van Batavia (kota dan pinggiran kota) wilayahnya meliputi distrik Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar, dan Tanah Abang.

Dalam distrik Penjaringan inilah terletak kawasan Kalijodo. Kawasan yang diapit oleh Kali Angke, dan Sungai Banjir Kanal yang merupakan sungai buatan untuk mengurangi banjir di wilayah Jakarta. Kalijodo inilah satu kawasan yang melahirkan banyak legenda di Jakarta.

Sesuai dengan namanya, Kalijodo, sejak masa-masa penjajahan Belanda dikenal sebagai tempat orang mencari cinta. Dengan setting sejarah di tahun 1930-an, Novel Ca-Bau-Kan, seperti ditulis oleh Remy Sylado, mengisahkan kawasan bantaran sungai yang sudah kesohor oleh para pedagang-pedagang Tionghoa.  Di sini tempat para gadis pribumi mendendangkan lagu-lagu klasik Tiongkok di atas perahu-perahu yang ditambat di pinggir kali.
Lebih dari sekedar cerita tentang ketenaran para perempuan penghibur, novel Cau-Bau-Kan, juga syarat dengan nilai tentang hubungan antar etnis secara lebih realistis. Remy mengisahkan kehidupan masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia dalam kurun waktu 1918­1951, dengan menonjolkan peranan mereka dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indo­nesia. Dengan novelnya tersebut Remy Sylado seperti ingin membantah pandangan stereotip yang menyebutkan, bahwa keturunan Tionghoa tidak memiliki andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Kemasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari  cinta sesaat, tak lekang oleh  waktu. Di era setelah  kemerdekaan, di tahun 1950-an, tempat ini masih dikenal  sebagai kawasan pinggir  kali, tempat orang mencari  pasangan. Bahkan sampai  abad ke-21, Kalijodo selain . menjadi tempat perjudian  ilegal, juga berkembang  sebagai tempat prostitusi liar.  Dari sini pernah terungkap, untuk pertama kali praktek perdagangan wanita oleh Polsek Metro Penjaringan, pada September tahun 2001.

Praktek penjualan wanita terungkap setelah salah seorang korban, sebut saja Sari, 22 tahun (bukan nama sebenarnya), melarikan diri dari sebuah bar, di jalan Kepanduan, kawasan Gang Kambing, Kelurahan Pejagalan. Dalam kondisi sakit, dia melaporkan perlakuan biadab yang juga menimpa 16 kawannya yang masih disekap di Bar Cempaka milik Iskandar. Sari sendiri mengaku harus berjuang keras untuk bisa lolos dari bar itu. Berikut berbagai usaha yang telah dia lakukan untuk bisa keluar dari cengkeraman mucikari dan tukang pukul yang selalu mengawasi gerak-geriknya.
Saya ingin lari karena dibohongi, rasa sakit pada perut juga membuat semakin ingin melarikan diri dari Bar Cempaka. Sebenarnya niat itu sudah lama ada, namun selalu gagal karena gerak-geriknya diawasi Mami Sri, pengelola Bar Cempaka. “Saya pernah beberapa kali minta kepada tamu saya untuk membawa saya pergi dari tempat itu, tetapi mereka sendiri juga takut dengan centeng-centeng mami yang bertampang sangar. Namun, ada seorang langganan yang bersedia menelepon bibi saya di Cirebon,” ujarnya. Kesempatan untuk lari dari tempat itu, lanjut Sari, akhirnya tiba ketika dia sedang menemani tamu, dan duduk di luar bar. Beberapa kali, gerak-geriknya diawasi mami, tetapi begitu perhatian mami beralih ke rekan-rekan lain, Sari langsung kabur. Dia kemudian ditolong seorang warga yang lalu mengantarkannya ke Mapolsek Penjaringan, untuk melaporkan peristiwa yang menimpa dirinya.

Pada awalnya, oleh petugas piket yang menerima laporan tersebut, dianggap kasus biasa, lantaran Bar Cempaka, tempat Sari disekap memang dikenal sebagai tempat pelacuran. Namun, sebagai Kapolsek MetroPenjaringan, setelah membaca laporan tersebut, saya katakan bahwa kasus ini kasus serius, tentang penjualan wanita di bawah umur atau yang dikenal dalam dunia internasional sebagai women trafficking.Satu jenis kejahatan terorganisir, seperti halnya sindikat narkotika.

Betul juga, setelah kami menelusuri kasus ini, ternyata para tersangka, memang dijebak oleh kelompok sindikat. Dari pengakuan Sari yang dikuatkan keterangan awan-kawannya setelah kami menggerebek bar tersebut. Mereka dipaksa untuk menjual diri, setelah sebelumnya datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga.

Modus para tersangka menjerat para korban relatif seragam. Setiba mereka di Jakarta, dari kampung halamannya di Cirebon, Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, di kawasan stasiun Senen, Jakarta Pusat, dan di terminal Kampung Rambutan, mereka didekati seseorang. Anggota sindikat inilah yang menebar jaring, membujuk calon korba0, berdalih akan mencarikan pekerjaan. Jika korban menolak, mulailah mereka memasang taring. Mereka mengancam dan menyekap korban di rumah kos-kosan milik pelaku.

1 comment:

  1. Solusi sehat pilihan tepat, apapun sakitnya susu kuda liar sumbawa obatnya klik www.susukudaliar.webs.com

    ReplyDelete