Wednesday, December 26, 2012

Polri dan Media Massa




Mengapa kepolisian harus concern dengan media massa untuk melaksanakan tugas dan fungsinya? 
Sebagai lembaga negara yang  bertugas tidak hanya untuk menegakkan hukum, tapi juga memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya kepolisian RI bisa menampilkan diri lebih utuh dalam semua pelaksanaan tugas dan fungsinya tersebut. Kebutuhan komunikasi melalui media massa merupakan keharusan mutlak mengingat jangkauan sasaran kegiatan yang meluas di seluruh Indonesia. Hal itu disebabkan khalayak jaman kontemporer seperti sekarang ini lebih banyak mengandalkan pengalaman bermedia sebagai pendefinisi realita yang utama dibanding pengalaman personal mereka. 

Situasi semacam itu dengan tepat digambarkan oleh Ball-Rokeach dan DeFleur (McQuail dan Windahl, 1984) melalui teori dependensia mereka. Menurut kedua tokoh ini, anggota khalayak masyarakat modern sampai pada situasi ketergantungan luar biasa pada informasi dari media massa sebagai sumber pengetahuan dan orientasi mereka untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dengan masyarakat mereka.

Penetrasi media massa sekarang ini sungguh luar biasa. Belum lagi informasi yang mengalir dengan cepat melalui media modern semacam internet, media sosial seperti facebook dan twitter yang bisa diakses dengan mudah di blackberry dan hand phone. Dalam situasi sekarang, apabila kepolisian tidak bijak memperlakukan media, dikhawatirkan upaya apapun yang dilakukan oleh Polri dalam rangka meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat semakin jauh api dari panggang.

Situasi semacam itu dengan tepat digambarkan oleh Ball-Rokeach dan DeFleur (McQuail dan Windahl, 1984) melalui teori dependensia mereka. Menurut kedua tokoh ini, anggota khalayak masyarakat modern sampai pada situasi ketergantungan luar biasa pada informasi dari media massa sebagai sumber pengetahuan dan orientasi mereka untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dengan masyarakat mereka. Berita yang terjadi menyangkut penegakkan hukum adalah berita yang paling banyak diliput oleh media massa saat ini. Sudah menjadi keniscayaan dimana perjuangan sekecil apapun apabila didukung opini publik melalui media massa akan hebat hasilnya. Dukungan media massa tehadap Kompol Novel yang akan ditangkap oleh Polri beberapa waktu yang lalu adalah contoh lain bagaimana media massa menunjukkan kekuatannya.

Bagaimana pers nasional menampilkan Polri selama ini?
Dari pengamatan saya selama 4 bulan terakhir ini, ditemui ada sebanyak 157 item informasi terkait dengan isu kepolisian dengan rincian sebanyak 104 (66.2%) berupa berita dan sebanyak 53 (33.8%) non berita (kolom, tajuk rencana, surat pembaca, komentar, dan lain-lain).

Diantara tiga macam tugas kepolisian yang ada, nampaknya liputan tentang tugas untuk menegakkan hukum relatif lebih banyak dibanding dengan tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Artinya selama empat bulan terakhir ini media massa kita telah menjadikan isu perseteruan antara KPK dan kepolisian sebagai isu menarik untuk dibicarakan. Bagaimana nada (tone) media tersebut memberitakan isu-isu penegakan hukum tersebut? Dari pengamatan saya, diantara berbagai berita yang ada, utamanya terkait tugas kepolisian untuk menegakkan hukum, nada pemberitaan yang ada relatif lebih banyak bersifat negatif, dibanding yang positif. Belum lagi kalau kita melihat berbagai komentar masyarakat terhadap setiap isi pemberitaan online tersebut Nada pemberitaan semacam ini bisa dipahami apabila mencermati isu yang menjadi perhatian media pada pada kurun 4 bulan terakhir ini banyak dipengaruhi oleh warna KPK vs Polri. Kasus “KPK vs Polri” benar-benar telah menggerogoti deposito prestasi kepolisian dalam menggulung berbagai komplotan penjahat jalanan serta pengungkapan jaringan teroris di berbagai wilayah tanah air termasuk kasus tewasnya anggota Polri dalam berbagai pengabdian di lapangan.

Bagaimana dengan informasi non berita? Hampir setali tiga uang. Dari 8 informasi non berita berita bernada positif, separuhnya diperuntukkan bagi tugas polisi untuk menegakkan hukum. Dari 45 informasi non berita bernada negatif yang saya amati, informasi terbanyak mempermasalahkan tugas polisi untuk menegakkan hukum dalam penanganan Kompol Novel dengan implikasi pada adanya rekayasa hukum untuk mengkriminalisasikan KPK menjadi pusat perhatian informsi non berita ini (75%).

Di kalangan media, entah disadari atau tidak, ketika mewartakan perseteruan antara KPK dengan Polri, secara serentak mereka menempatkan diri dalam kubu KPK, dengan demikian kubu Polri seolah-olah menjadi musuh bersama media pada saat itu. Pandangan umum yang dianut oleh media di Indonesia adalah ada rekayasa untuk melemahkan KPK dan penangkapan Kompol Novel dianggap sangat mengusik rasa keadilan. Bahkan, pasca Pidato Presiden beberapa waktu yang lalu, ada suasana umum yang menghendaki agar Polri segera melaksanakan perintah Presiden tersebut.

Media massa selama ini banyak dan dikesankan dicitrakan oleh masyarakat menurut orientasi politik dari para pemilik bisnisnya. Oleh karena itu kesan tersebut seakan berubah ketika mereka memberitakan tentang tindakan Kepolisian dimana media massa kali ini sepenuhnya “terlihat” seperti berorientasi pada hati nurani rakyat. Setelah kasus “KPK vs Polri” agak reda dengan adanya pidato Presiden, artinya pada saat tubuh institusi Polri belum lagi sembuh benar dari keterpurukan, terjadi lagi insiden konflik di Lampung dan berbagai kasus penegakkan hukum dilapangan serta kasus penanganan kecelakaan di Taman Sari karena tidak mengindahkan perilaku menghormati pelaku (sekaligus korban?). Beberapa berita tersebut bagaimanapun menurut kita sangat tidak adil bagi upaya yang telah dilakukan oleh Polri selama ini.

Penentu Agenda Media
Terkait dengan agenda utama media yang lebih menekankan tugas kepolisian untuk menegakkan hukum dibanding tugas-tugas Kepolisian lainnya, marilah kita mencermati lebih jauh mengapa media lebih menekankan satu isu tertentu dibanding isu lainnya? Mengapa menekankan satu aspek tertentu dari sebuah isu dibanding aspek yang lain?

Shoemaker dan Reese (1991; 1996) menyatakan, isi media massa tidak bisa dilepaskan dari pengaruh faktor internal media (level individu, rutinitas media, organisasi media) dan faktor eksternal media (ekstramedia dan ideologi). Artinya isi media tampak seperti yang kita konsumsi disebabkan oleh  beberapa faktor tersebut. Faktor individu terkait dengan karakteristik pekerja media (pengalaman, latar belakang profesional, sikap, perilaku, keyakinan, dan lain-lain). Rutinitas media terkait dengan gate-keeping processes dan ketersediaan sumber-sumber informasi. Level organisasi media menyangkut persoalan struktur organisasi dan kebijakan di newsroom. Faktor ekstra media meliputi persoalan pengiklan, khalayak sasaran, pasar, kontrol pemerintah, dan perkembangan teknologi. Sementara level ideologi berhubungan dengan kontrol sosial dan kognisi sosial yang ada di masyarakat.

Mengapa persoalan tugas penegakan hukum lebih menonjol diliput oleh media massa dibanding tugas-tugas kepolisian yang lain? Dengan mengacu pada kondisi internal media, adanya pemberitaan penegakkan hukum telah menyentuh aspek substil para pekerja media yang menempatkan mereka tidak hanya sekedar penyebar informasi saja namun juga pelaku kontrol sosial yang aktif. Aspek idealisme profesional para pekerja media meletup ketika isu ketidaadilan dalam penegakkan hukum tampak kasat mata di depan mereka. Tindakan penanganan korupsi ditubuh Polri dianggap media massa sebagai sebuah perjuangan melawan korupsi dan sebaliknya tindakan kepolisian yang tidak adil dianggap sebagai telah melukai hati masyarakat yang harus dilawan bersama. Proses penseleksian sudut pandang dan bidik atas peristiwa tersebut berlangsung (gate keeping process). Semua media hampir sama dalam menggunakan sudut pandangnya. Kebijakan newsroom masing-masing media nampaknya sepakat untuk menempatkan diri pada posisi pembela hati nurani masyarakat dengan mendukung siapapun yang berhadapan dengan penegakkan hukum yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan sebagai news value strategis dan penting (walaupun Polri sudah bekerja sebaik apapun).

Kondisi eksternal media pada saat itu sangat diwarnai oleh kognisi sosial yang menempatkan Polri dalam sasaran bidikan karena adanya resistensi instutional. Dalam kesehariannya ideologi pasar memang menjadi kiblat para pelaku media. Dalam berbagai fenomena penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polri di berbagai wilayah, ideologi pasar koheren dengan idealisme media sebagai kontrol sosial untuk mewakili kepentingan publik. Pada akhirnya semua informasi tentang “perilaku penegakkan hukum oleh Polri” menjadi komoditas ekonomi-politik yang sangat laku di khalayak media. Namun yang tidak kalah penting dari semua itu adalah adanya situasi kebebasan yang luar biasa dirasakan oleh kalangan media pasca reformasi. Media menjadi ruang publik strategis dan penting pada saat sistem komunikasi otoritarian semasa Orde Baru beralih menjadi sistem komunikasi demokratis pada Era Reformasi sekarang ini.     

Beberapa Rekomendasi
Sebagaimana tulisan saya terdahulu tentang bagaimana mengelola isu sensitif di media massa sebagai bagian dari upaya pengelolaan relasi publik oleh Polri, maka para anggota Polri dilapangan perlu mengembangkan berbagai langkah Strategis dalam rangka mengembalikan pendulum kepercayaan kepada Polri. Strategi ini membutuhkan konsistensi dari semua komponen Polri dan semua tindakan yang akan dilakukan oleh jajaran Polri. Tentu saja ini tidak mengikat hanya pada pimpinan atau top level manajemen di Mabes Polri, tetapi juga dilakukan sampai tingkat pelaksana di lapangan. Konsistensi inilah yang seharusnya menjadi prioritas untuk secepatnya memulihkan kondisi dari berbagai bulan-bulanan yang terjadi saat ini.

Tindakan penegakkan hukum yang dilaksanakan oleh kepolisian selalu melibatkan pihak-pihak yang berhadapan (korban, saksi dan pelaku). Pada titik ini harus dicermati oleh Polri, bahwa setiap proses penegakkan hukum selalu menimbulkan dampak ketidaknyamanan bagi siapapun yang terlibat. Para pihak yang terlibat dalam proses berperkara selalu berupaya meraih simpati publik dalam rangka mendukung pihaknya. Mereka bisa menggandeng siapapun termasuk media massa. Tugas media massa hanyalah menyampaikan apa yang mereka suarakan. Masalah kebeneran substansi maupun fakta menjadi urusan di pengadilan nantinya. Masalah menjadi sulit ketika para audience membaca fenomena ini sebagai sebuah kebenaran yang terangkat menjadi opini umum. Pada titik ini, mana yang benar dan mana yang salah menjadi absurd dan Polri selalu dalam posisi yang sulit. Kebenaran dalam proses penegakkan hukum ternyata tidak berbanding lurus dengan pembentukan opini negatif yang telah dibuat oleh para pihak yang berkepentingan dengan media massa.

Disinilah para manager Kepolisian harus mulai cermat untuk mulai tidak menonjolkan dan mengedepankan penggunaan isu penegakkan hukum dalam berhubungan dengan  media massa, namun lebih menonjolkan peran pelaksanaan tugas lain seperti pembinaan kamtibmas dan program kemitraan dalam rangka memberi kontribusi pada upaya ”social responsibility”. Langkah ini biasa dinamakan sebagai pseudo event atau event-event bayangan yang bisa dilakukan untuk meredam isu negatif. Pseudo event bisa dilakukan misalnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang tidak terkait sama sekali dengan isu-isu penegakkan hukum seperti yang sekarang dikembangkan oleh Polda Metro Jaya dengan program Pembinaan anak tidak mampu sekolah.

Karena event bayangan ini juga membutuhkan peliputan media massa, maka komunikasi yang baik dengan media tidak boleh terputus. Event bayangan bisa berupa kegiatan yang terkait dengan semua hal positif oleh Polri yang dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan tingkatan Polres sebagai Kesatuan Operasional Dasar (KOD) yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Hubungan baik dengan media massa harus tetap dijalin secara baik, mengingat peran sentral media sebagai sarana pembangun opini publik. Hubungan baik ini bisa dilakukan dengan mengajak media massa untuk memahami realitas yang dihadapai Polri terkait opini publik yang sudah terbangun yang melebihi realitas yang sebenarnya (hiperrealitas)

1 comment:

  1. ijin jendral, membaca blog jendral jadi mengingatkan juga blog serupa milik rekan saya.. yang menurut saya pribadi cukup baik karena banyak mendapatkan visitor/respond dari masyarakat..
    barangkali jendral berkenan untuk sekedar sekilas mereview..
    http://pelayanmasyarakat.blogspot.com/

    ReplyDelete