Thursday, November 29, 2012

Indonesia 2025


Pembaca Blog yang saya hormati.


Tahun 2012 akan segera berakhir, dan berikutnya tahun 2013 adalah situasi hangat menjelang suksesi kepemimpinan nasional. Kita ketahui bersama bahwa eranya bapak SBY akan berakhir dan setiap pihak akan berjibaku untuk merebut kue kekuasaan. Bagi kita semua, ini adalah masa demokrasi yang sah-sah saja dilakukan oleh siapapun. Namun masalahnya, bagaimana dengan mereka-mereka yang akan menggunakan segala cara dalam merebut kekuasaan itu.
          
Saya baru baca-baca dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN). Dokumen tersebut adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 tahun dari tahun 2005 sampai tahun 2025 yang ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati.  RPJPN  untuk  tahun 2005 – 2025  ditetapkan  dan diatur dalam Undang- undang no 17 thn  2007 tentang  Rencana  Pembangunan Jangka Panjang  Nasional tahun  2005 – 2025.

Yang menarik dari dokumen tersebut adalah Misi pembangunan untuk Indonesia 2025, antara lain:
1.     mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila
2.     mewujudkan bangsa yang berdaya saing
3.     mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
4.     menjadikan Indonesia aman, damai dan bersatu
5.     mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan
6.     mewujudkan Indonesia asri dan lestari
7.     mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional
8.     mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional

Pertanyaannya adalah, Dimana sekarang kita (Indonesia) berada..?? Apa peran kita yang diharapkan oleh negara dalam mewujudkan misi-misi tersebut? Dan bagaimana kita bisa memberikan kontribusi terbaik bagi terwujudnya RPJPN tersebut..???

Pertanyaan berikutnya yang paling penting adalah ”Apakah kita pernah membayangkan Indonesia 13 tahun dari sekarang?”
Indonesia 13 tahun dari sekarang adalah Indonesia pada tahun 2025. Tahun dimana Grand Strategy Polri harusnya sudah tercapai. Tahun dimana generasi kelahiran 70an akan memegang tampuk pucuk pimpinan Polri, sedangkan generasi kelahiran 80an akan mengendalikan level manajemen tingkat menengah. Pada saat itu, sebagian besar dari alumni Universitas, Akabri, Akpol generasi 90an mencapai usia sekitar 55 tahunan dan para yuniornya tentunya akan lebih muda dari itu.

Saya pernah membaca sebuah falsafah yang mengajarkan kita untuk tidak terlalu khawatir akan masa depan. Namun sejarah juga mengajarkan pada kita bahwa masa depan itu Insya Allah akan datang. Masalahnya adalah, ketika masa itu datang apakah kita semua siap untuk menghadapinya?

Begini kira-kira prediksi Indonesia pada tahun 2005 sebagaimana diungkapkan oleh BPS. Proyeksi jumlah penduduk  pada tahun 2025  menurut BPS  adalah sebagai berikut:
Proyeksi Jumlah Penduduk:
- Jumlah penduduk  tahun 2000  adalah 205,8 juta jiwa bertambah menjadi 273,7 juta pada tahun 2025, menjadi 308 juta jiwa pada tahun 2050.
- Percepatan pertambahan penduduk 1,49 % pertahun menjadi 1,36%  dan 0,98% pada tahun 2020-2025.
- Crude Birth Rate  turun dari 21 per 1000  penduduk menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir tahun  proyeksi.
- Crude Death Rate  diperkirakan tetap  sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
- 58,9% penduduk  tinggal di pulau Jawa pada thn 2000 turun menjadi 55,4 % pada thn 2025 dimana luas pulau Jawa  hanya 7% luas Indonesia.
- Penduduk Sumatera naik dari 21.0 % menjadi 23,1% dan Kalimantan  dari 5,5% menjadi 6,5% pada tahun 2025.
- Masa harapan hidup naik dari  67,8 tahun menjadi 73,6 tahun pada periode 2020-2025 sedang angka harapan hidup terendah  adalah 60,9 tahun untuk NTB  dan tertinggi  73 tahun untuk DI Jogyakarta pada tahun 2000  menjadi 70,8 tahun  dan 75,8 tahun untuk daerah yang sama pada akhir tahun proyeksi.
Proporsi usia penduduk  akan tersusun sebagai berikut:
- Proporsi anak-anak usia 0-14 tahun turun dari 30,7% menjadi 22.8% pada tahun 2025.
- Proporsi usia kerja  25-64 tahun meningkat dari 64,6% menjadi 68,7%.
- Proporsi usia lanjut 65 tahun ke atan akan meningkat  dari 4,7% menjadi 8,5.
- Beban ketergantungan (dependency ratio) turun dari 54,70 % menjadi45,57% pada thn 2025, berarti  beban ekonomi usia produktif  untuk menanggung  penduduk  usia tidak produktif  semakin menurun.
- Persentase penduduk berusia diatas 65 tahun  akan tersebar lebih  banyak dilima propinsi yaitu: Jawa Tengah, DI Jogyakarta; Jawa Timur; dan Sulawesi Utara  dengan  jumlah rata-rata diatas 10 persen. Kelima provinsi ini dapat dikatagorikan  sebagai propinsi penduduk tua (aging population).
- Persentase penduduk usia muda 0-14 tahun  pada kurun waktu yang sama  di lima propinsi tersebut menjadi terendah ditanah air dengan figur sebagai berikut : Jateng 23%; DI Jogyakarta 16,5%; Jawa Timur 18,1%; Bali 19,6% dan Sulawesi Utara  20,1 %.
- Selain hal-hal sebagaimana disebut diatas  juga perlu diperhatikan  pola  atau tingkat urbanisasi  yang sangat tinggi untuk tujuan pulau Jawa dan Bali, bahkan 4 (empat) propinsi besar yaitu  Jakarta , Jabar, Yogyakarta dan Banten  diperkirakan akan  memperoleh kenaikan  angka urbanisasi  rata-rata diatas 80% dari kondisi  sekarang ini.   

Gambaran tentang  perkembangan penduduk atau  proyeksi penduduk hingga tahun  2025 yang akan datang (bahkan hingga tahun 2050) menyiratkan  banyak hal, yang harus diwaspadai dan perlu diantisipasi guna keberhasilan tugas Polri dimasa mendatang , antara  lain menyangkut hal-hal sebagai berikut :

Besarnya jumlah warga yang akan dilayani Polri serta komposisi usia yang akan menentukan jenis pelayanan yang diperlukan. Ini adalah analisa yang harus dipedomani oleh para pengelola kepolisian dimanapun dalam penentuan penetrasi pasar terhadap pelayanan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kita dalam melihat perkembangan pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan sumber daya yang akan dikelola.

Penyebaran penduduk  sebagai  akibat dari mobilitas penduduk yang perlu diperhatikan guna mendekatkan  petugas dengan warga yang akan dilayani yang ditandai dengan munculnya pemukiman  baru,  pemekaran wilayah dan lain-lain akan berdampak kepada tingkat pendidikan dan lapangan pekerjaan warga  yang akan menetukan  pola fikir, pola tindak serta pola sikap warga didalam memenuhi kebutuhan hidup,  berkomunikasi  dan menyelesaikan masalah termasuk berbagai konflik perebutan lahan.

Kematangan  berfikir dan  bersikap  sebagai hasil  pemahaman dari nilai-nilai budaya serta ajaran agama yang  dari tiap warga dapat menjadi potensi konflik yang harus bisa dikelola sejak dini agar tidak menjadi ancaman faktual dikemudian hari.

Apa yang saya uraikan diatas hanyalah sebagai pengingat karena pada saatnya  nanti akan mendorong perkembangan  masyarakat  yang kian tinggi dengan kecepatan yang berbeda disemua kawasan. Hal tersebut ditandai dengan munculnya daerah  industri baru, kota-kota besar yang berkembang menjadi metropolitan bahkan megapolitan dan kota-kecil  berkembang maju. Pulau Jawa akan menjadi kota pulau, Sumatra dan Nusa Tenggara akan  menampung jumlah penduduk yang  bertambah. Daya dukung kawasan akan menjadi permasalah besar disamping masalah  transportasi, pelayanan umum dan ketertiban masyarakat.

Sebagai  konsekuensi dari pembangunan  dan pertambahan penduduk  yang demikian pesat  maka kebutuhan untuk lahan bagi keperluaan  pemukiman dan infra struktur  pendukungnya juga turut  meningkat . Disisi lain kebutuhan akan bahan pangan juga turut meningkat yang memaksa penduduk membuka lahan pertanian baru, yang dalam banyak hal  tidak sesuai dengan peruntukannya, dimana  kawasan perkebunan, hutan lindung maupun lereng gunung turut dirambah.

Kegiatan masyarakat  yang kurang terkontrol seperti  pembangunan pemukiman dikawasan  pebukitan rawan longsor atau bantaran sungai,   perambahan tanah perbukitan atau  lahan perkebunan,  pembakaran hutan dan ladang berpindah-pindah,  pembalakan  liar, pencurian  kayu jati atau penambangan liar dan penggunaan  zat kimia yang tidak terkontrol termasuk mulai merajalelanya penambangan ilegal yang akan menimbulkan  kerusakan lingkungan secara masive diseluruh negri yang kita cintai ini. Sebagian dari kegiatan tersebut  berjalan dengan benar tetapi tidak kurang juga kegiatan yang dilaksanakan  secara salah atau  berlebihan bahkan tidak memikirkan sama sekali  kelestarian  lingkungan.

Kesemua langkah yang salah ini akan menimbulkan malapetaka dan kerugian bagi negara  maupun  masyarakat itu sendiri disebabkan kecerobohan dan keserakahan manusia yang akhirnya dapat menimbulkan penggundulan  hutan, kerusakan lingkungan dan  bencana  alam berupa tanah longsor, kebanjiran  dan penyakit yang melanda ternak maupun manusia, disamping masalah kelangkaan air pada masa yang akan datang yang pada akhirnya akan menjadi masalah bagi kita dan terutama masalah keamanan dalam negeri yang menjadi tugas Polisi dalam menanganinya diberbagai tingkatan.

New York, 28 November 2012




Tuesday, November 27, 2012

The Bridge On The River Kwai





Waktu saya kecil, saya pernah menonton film “The Bridge on The River Kwai”.  Film itu merupakan adaptasi karya David Lean yang hebat dari buku karangan Pierre Boulle tentang tawanan perang ditengah rimba  Asia dalam perang dunia ke II dan penggambaran yang cemerlang mengenai kekuatan KONSISTENSI…!!!

Mungkin kita masih ingat, bahwa Alec Guinness memainkan peran sebagai seorang perwira Inggris, yang dibujuk oleh tentara Jepang untuk membangun sebuah jembatan di atas Sungai Kwai. Dia bertekad bahwa itu akan menjadi jembatan paling indah yang bisa dibangun olehnya bersama anak buahnya. (Boulle menulis buku tersebut berdasarkan kisah nyata, ketika tentara Jepang menyebrangi perbatasan masuk ke Negara Thailand yang netral untuk membangun jalur perbekalan yang dibuat oleh tenaga kerja tawanan perang).

Hal yang sangat mempesona bagi saya adalah bahwa David Lean membuat filmnya pada tahun 1957, kira-kira 15 tahun sesudah peristiwa tersebut terjadi. Dan hari ini setelah lebih dari 55 tahun film tersebut diedarkan, lokasi jembatan yang sesungguhnya masih menjadi daya tarik pariwisata utama di Thailand. Saya sangat beruntung sekali, pada tahun 1989, saat saya berumur 19 tahun, ketika saya cuti sebagai taruna mengunjungi orang tua saya di Bangkok Thailand berkesempatan mengunjungi jembatan tersebut dan menyaksikan sendiri betapa kokohnya jembatan tersebut. Bahkan lokasi dimana film tersebut dibuat, sejauh sekitar seribu mil dari Srilanka, menjadi tempat favorit yang harus dikunjungi oleh wisatawan mancanegara yang datang ke Srilanka.

Pertanyaannya; mengapa saya sangat terpesona? Setelah beberapa tahun kemudian, saya membaca buku tersebut dan menyaksikan film serta mendatangi lokasi jembatan tersebut, saya belajar sesuatu yang sangat besar tentang kekuatan paling besar bagi seorang pemimpin,,; kekuatan Konsistensi..

Dalam film itu digambarkan bagaimana sang kolonel Inggris tersebut menderita karena penyiksaan yang sangat berat. Awalnya dia menolak untu mengijinkan anak buahnya mengerjakan jembatan Jepang, yang dampaknya akan sangat vital bagi upaya pemenangan perang Jepang di kawasan Asia Tenggara. Namun pada akhirnya dia setuju dengan memberikan pembenaran pada dirinya sendiri; bahwa hal itu akan menjadi sebuah terapi yang sangat baik bagi anak buahnya.

Pasukan dibawah pimpinannya mengira bahwa sang kolonel sedang merencanakan sebuah strategi tipuan tertentu, dan merka mengira juga bahwa sang kolonel akan meminta mereka membuat sabotase dengan hasil kerja yang buruk pada jembatan tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa para anak buah dari kolonel itu sama sekali tidak memahami kebulatan tekad sang Kolonel Angkatan Darat Inggris tersebut.

Setelah melewatkan sepanjang hidup dengan mempertahankan kehormatan di negaranya, dalam resimennya, dalam pengabdiannya kepda Raja, dia menganggap sebagai hal yang tidak konsisten kalau tidak berupaya sebaik-baiknya untuk membangun jembatan tersebut. Dia menyadari penuh bahwa dampak terbangunnya jembatan itu akan dapat menguntungkan musuh (tentara Jepang), namun dia tetap mendesak anak buahnya untuk memperlihatkan kepada sang musuh si tentara Jepang sebagus apa jembatan buatan orang Inggris.

Dari gambaran cerita kisah nyata diatas, saya melihat sebuah ironi bagaimana seorang tawanan perang Inggris yang bekerja membangun sebuah jembatan yang akan membantu pertempuran musuh bebuyutannya. Dalam kisah tersebut juga digambarkan bagaimana ketika seorang tawanan lain yang berhasil melarikan diri dari kamp yang bernama William Holden. Dia adalah seorang militer Amerika yang tergabung dalam pasukan sekutu saat itu.

Ketika William kembali dari pelariannya dan berusaha meledakkan jembatan tersebut, apakah Kolonel Guinness memberikan persetujuan? Ternyata sama sekali tidak!! Dia melakukan upaya apapun sebisanya untuk mencegah Holden meledakkan jembatan ”miliknya”.

Inilah yang menakjubkan bagi saya. Siapakah pahlawan dalam kisah film tersebut? Orang Amerika yang mempertaruhkan nyawanya untuk menghancurkan jembatan tersebut? Atau orang Inggris, yang diperankan oleh Alec Guinness.. Bagi saya pahlawan dalam film tersebut adalah sang Kolonel Inggris tersebut. Mengapa? Karena saya mengagumi orang yang mempunyai perilaku konsisten. Kita membenci dan takut pada orang yang perbuatannya tidak ajeg. Bagi saya kekuatan konsistensi dalam perilaku merupakan daya yang sangat kuat, karena hal tersebut membentuk orang lain untuk mempercayai kita.

Mengapa saya begitu mengagumi karakter konsisten? Saya merasakan betul bahwa kebutuhan kita akan konsistensi akan bisa disamakan dengan kebutuhan kita yang paling mendasar yaitu kelestarian dan keamanan. Kalau dilingkungan kita terasa konsisten, maka kita merasa aman. Kalau menghadapi keadaan dan orang yang tidak konsisten maka kita merasa tidak aman. Kalau kita menduduki jabatan dengan prediksi waktu yang tidak jelas, apakah satu tahun, dua tahun, satu bulan, tiga bulan atau sewaktu-waktu akan dicopot tanpa kejelasan maka kita merasa tidak aman. Hal ini akan sangat berbeda kalau kita bekerja dalam tatara waktu yang jelas dan konsisten, misalnya selama dua tahun, maka kita akan merasa aman dan dapat mengembangkan kapasitas kemampuan kita untuk menggerakkan organisasi yang menjadi beban tanggung jawab kita.

Roger Dawson dalam sebuah bukunya yang pertama saya baca pada tahun 1996 yang lalu berjudul ”The Secrets of Power Persuasion” mengatakan; Bahwa orang bisa digerakkan kalau mereka berfikir kita bisa memberi mereka imbalan. Selain itu orang bisa juga digerakkan kalau mereka berfikir kita bisa memberikan hukuman. Namun kedua hal tersebut memiliki titik kulminnasi dimana imbalan dan hukuman tidak akan cukup lagi. Berikutnya maka orang lebih bisa digerakkan kalau mereka merasakan adanya ikatan dengan kita. Dalam kondisi lain, orang juga bisa digerakkan apabila situasi membatasi pilihan mereka ataupu jika mereka berfikir kita mempunyai kelebihan dari mereka. Namun lebih dari pada itu, menurut Dawson,, kekuatan konsistensi lah yang membuat orang benar-benar bisa digerakkan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Orang tua yang selalu membujuk anaknya dengan menawarkan hadiah, dengan cepat mendapatkan bahwa anak-anak belajar mengharapkan hadiah itu dan akan memberontak kalau dia tidak mendapatkannya. Pemerintah bisa saja menggaji kita tinggi, pada tahap-tahap awal hal itu akan menjadi motivasi yang sangat hebat. Kita akan melakukan apa saja untuk memastikan kesinambungan pemberian imbalan tersebut. Tapi tahun demi tahun nilai imbalan (baca gaji) tersebut merosot. Sebagai pemimpin bisa saja kita memotivasi anggota kita dengan ancaman akan menghukum mereka kalau melakukan kesalahan misalnya. Namun demikian, hal tersebut selalu menjadi bumerang kalau kita terus-terusan mengancam mereka. Kalau kita terus-terusan memberikan ancaman kepada mereka, entah bagaimana para anggota akan selalu menemukan cara untuk melepaskan diri dari tekanan, atau sekalian dia belajar hidup dalam tekanan tersebut.

Kekuatan konsistensi terbesar adalah kekuatan yang dimiliki oleh sang pencipta sebagaimana diuraikan dalam kitab-kitab suci. Hukuman dan janji Allah adalah pasti, dan kita yakin akan itu. Karena yakin, maka banyak dari kita yang sangat takut untuk berbuat dosa dan sangat ingin berbuat kebaikan, meskipun kita semua tidak pernah bertemu dengan Allah SWT.

Seandainya kita semua mempunyai satu rancangan norma yang konsisten sebagai pedoman kerja, maka kita akan banyak sekali membebaskan energi untuk hal-hal yang sangat penting. Misalnya ketika kita mengendari mobil ke kantor. Jarak dari rumah kita ke kantor hanya sejauh 10KM; apakah kita akan repot-repot memasang sabuk pengaman? Kalau rancangan norma kita mengatakan bahwa sebelum kendaraan bergerak saya sudah harus memasang sabuk pengaman, maka tidak perlu ada lagi energi terbuang untuk berfikir tentang hal tersebut (sudah otomatis pasang tanpa perlu ada pikiran lain).

Dalam perjalanan ke kantor kita lihat lampu lalu lintas berwarna kuning; aliran adrenalin yang cepat mengalir,, ada fikiran pilihan gas cepat atau rem yang terus berkelebatan dalam waktu singkat diotak kita.., padahal kalau kita sudah mempunyai rancangan norma konsisten bahwa lampu kuning berarti saya mengurangi kecepatan,, maka kita akan dengan otomatis tanpa energi besar dengan segera mengurangi kecepatan dan menghentikan kendaraan ketika merah. Begitulah seterusnya,, termasuk ketika kita bangun pagi,, apakah kita akan memegang HP kita mengecek missed call, sms, bbm masuk atau kita shalat subuh dulu??? Kalau rancangan norma kita mengatakan bahwa kita tidak akan menyentuh alat-alat itu sebelum kita menyelesaikan urusan dengan sang pencipta, maka kita dengan tanpa energi segera melangkah ke kamar mandi mengambil air wudhu dan berangkat ke masjid terdekat dengan tidak menghiraukan HP tersebut tergeletak di meja..

Hanya sebuah renungan di Hari Senin tanggal 26 November 2012 yang dingin...


Tuesday, November 20, 2012

Ambil Kesempatan itu Atau Hilang




Setiap kali saya mengajar, entah itu di Lemdik Polri seperti Secapa, Pusdik Reskrim, JCLEC ataupun ketika saya diundang dalam kelas-kelas khusus oleh lembaga tertentu,, saya memulai kelas dengan mengambil selembar kertas polos kemudian menggunting-guntingnya menjadi beberapa bagian. Ada guntingan besar ada juga yang kecil. Tapi jumlahnya sengaja saya buat tak sama dengan jumlah peserta dalam kelas itu, dua puluh orang.

Kemudian saya meminta kepada peserta didik untuk mengambil masing-masing satu guntingan kertas yang tersedia di meja depan. "Silahkan ambil satu!" demikian instruksi yang saya berikan.

Dapat diduga, ada yang antusias maju dengan gerak cepat dan mengambil bagiannya, ada yang berjalan santai, ada juga yang meminta bantuan temannya untuk mengambilkan. Dua tiga orang bahkan terlihat bermalasan untuk mengambil, mereka berpikir toh semuanya kebagian guntingan kertas tersebut.

Hasilnya? Empat orang terakhir tak mendapatkan guntingan kertas. Delapan orang pertama ke depan mendapatkan guntingan besar-besar, yang berjalan santai dan yang meminta diambilkan harus rela mendapatkan yang kecil.

Lalu saya katakan kepada mereka, "inilah hidup. Anda ambil kesempatan yang tersedia atau Anda akan kehilangan kesempatan itu. Anda tak melakukannya, akan banyak orang lain yang melakukannya".

Sebagai bonus kepada yang mendapatkan guntingan kertas terbaik, biasanya saya berikan hadiah cindera mata, seperti gantungan kunci atau yang lainnya. Barangkali ada member forum ini juga yang pernah menjadi peserta didik saya di Megamendung yang mengalami peristiwa yang sama..

Satu pengalaman menarik di Subway di suatu pagi yang dingin di New York.. Di subway saya melihat seorang wanita hamil yang berdiri agak jauh. Saya sempat berpikir untuk segera memberinya kursi supaya dia dapat duduk. Namun karena saya agak jauh, makaorang yang paling dekat lah yang `wajib' memberinya tempat duduk dan saya lihat semua orang berlomba-lomba untuk memberi tempat duduk kepada wanita tersebut. Saat itu saya berfikir; ini perbuatan baik, jika saya tak mengambil kesempatan ini orang lainlah yang melakukannya. Dan belum tentu esok hari saya masih memiliki kesempatan seperti ini. Nyatanya memang saya tidak mendapatkan kesempatan itu.

Saya heran, banyak orang Indonesia menghujat bangsa Amerika sebagai bangsa yang tidak bermoral ataupun menganggap  negara lain sebagai kurang keimanannya. Banyak dari kita kerap menganggap bahwa bangsa kita lebih agamis daripada bangsa lain. Namun nyatanya, kalau kita naik kereta PJKA, atau naik busway,, apakah kita melihat hal yang sama di Indonesia? Katanya kebersihan itu sebagian dari iman,, namun nyatanya singapura jauh lebih bersih daripada negeri kita,, apakah bangsa Singapura lebih beriman daripada bangsa kita??

Kembali kepada soal kesempatan. Soal rezeki misalnya, saya percaya ia tak pernah datang sendiri menghampiri orang-orang yang lelap tertidur meski matahari sudah terik. "Bangun pagi, rezekinya dipatok ayam tuh!" Orang tua dulu sering berucap seperti itu. Dan entah kenapa hingga detik ini saya tak pernah bisa menyanggah ucapan orangtua perihal rezeki itu. Saya percaya bahwa orang-orang yang lebih cepat berupaya meraihnya lah yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Sementara mereka yang bersantai-santai atau bahkan bermalas-malasan, terdapat kemungkinan kehabisan rezeki.

Contoh kecil, datanglah terlambat dikantor saya Markas Besar PBB sini. Mereka memang tidak mengurangi gaji saya, namun sesama rekan disini saling ”mengawasi” dan menjaga kredibilitas kantor. Mungkin mereka Cuma menyindir,, woww Krishna kamu kena macet di subway..??? tapi itu sungguh pedas dan pada akhir tahun akan berpengaruh kepada penilaian kinerja kita.

Saya sering mendengar teman saya berkomentar negatif tentang apa yang dikerjakan orang lain, "Ah, kalau cuma tulisan begini sih saya juga bisa melakukannya" atau "Saya bisa melakukan yang lebih baik dari orang itu". Kepadanya saya katakan, saya yakin Anda bisa melakukannya. Masalahnya, sejak tadi saya hanya melihat Anda terus berbicara dan tak melakukan apa pun. Sementara orang-orang di luar sana langsung berbuat tanpa perlu banyak bicara. Buktikan, jika Anda sanggup! Terus berbicara dan mengomentari hasil kerja orang lain tidak akan membuat Anda diakui keberadaannya. Hanya orang-orang yang berbuatlah yang diakui keberadaannya.

Kepada peserta di kelas pelatihan tersebut saya jelaskan, simulasi tadi juga berlaku untuk urusan ibadah. Saya tidak berhak mengatakan bahwa orang yang lebih tepat waktu akan mendapatkan pahala lebih besar, karena itu hak Allah dan juga tergantung dengan kualitas ibadahnya itu sendiri. Tapi bukankah ketika kita sebagi senior di Taruna dulu, sangat senang kalau kita minta yunior kita menghadap dan mereka menghadap dengan cepat tanpa ditunda? Begitu pula ketika kita jadi pimpinan, kita akan lebih senang ketika melihat anak buah kita sigap dan cepat melaksanakan pekerjaan dengan tuntas dibanding anak buah lain yang lebih banyak ber ina-ini-ita-iti-ita-itu tapi tidak mengerjakan pekerjaan dengan baik...

Hanya sebuah renungan..

New York, 19 November 2012

Mengapa Kita Perlu Mengembara




Kita hidup di dunia ini seperti mampir (behenti sejenak) untuk minum seteguk dua teguk air, begitu perumpamaannnya. Kita adalah seorang pengembara yang menempuh perjalanan jauh, menempuh takdir dan kesejatian masing-masing. Seperti laiknya pengembara, dalam perjalanannya mereka membawa bekal. Ada yang sekedar untuk cukup makan dan minum. Namun tak kurang banyak pengembara menyia-nyiakan pengembaraannya dan teledor akan apa yang sesungguhnya ia cari.

Apa yang pengembara cari di dunia ini? Ada yang mencari impian masa kecilnya. Bayangan keindahan tempat lain. Keramahan penduduk tempat lain. Atau, sekedar pencarian diri sendiri, sebagai kontemplasi.


Al Ghazali pernah berkata, untuk menjadi seorang pemimpin yang tangguh setidaknya pernah mengembara. Karena apa, dengan pengembaraan itulah, diri kita dilatih menjadi mandiri, menjadi kuat, menjadi tabah dengan tempaan hidup yang keras, dan paling penting melatih hati agar lebih paham berbagai masalah hidup dari pengalaman dan kasus yang dijumpai selama pengembaraan.


Maka tak heran, dalam sejarah kenabian, banyak nabi menjadi penggembala yang mengembara mencari rumput-rumput hijau, yang bertemu dengan berbagai bangsa-bangsa di belahan bumi yang lain. Bahkan, Nabi Muhammad Saw (semoga shalawat serta salam selalu terlimpahkan kepada beliau beserta keluarga, sahabat dan umatnya sepanjang masa) di masa kecil beliau pernah mengembara bersama sang kakek. Di masa sebelum kenabian pun, beliau adalah seorang pengembara, yang berdagang dan berkenalan dengan barbagai suku di tempat lain. Dan peristiwa Isra' Mi'raj pun hakikatnya adalah pengembaraan yang hakiki.


Bagaimana dengan kita? Tentu bukan hanya pengembaraan secara fisik saja yang dapat kita mengerti. Lebih penting adalah pengembaraan hati, agar senantiasa hijrah, hati yang selalu berevolusi, hati yang selalu mengevaluasi dirinya sendiri. Tak heran, pengembaraan adalah proses penempaan hati. 


Begitu pula pengembaraan dalam hidup ini. Maka, untuk menjadi manusia bijak, kita harus berfokus pada hakikat pengembaraan kita. Dan jangan lalu memusatkan diri kepada pencarian di tempat singgah sementara, di dunia. Padahal tugas kita di dunia hanyalah mencari minum dan mendapatkan bekal sekedarnya agar dapat melanjutkan pengembaraan selanjutnya. Maka sungguh sesat orang yang sangat mencintai tempat hidupnya, sebab sungguh diyakini ia akan susah melanjutkan pengembaraannya.


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Al-Imraan 3:14)

Monday, November 19, 2012

Kisah Tentang Elang



Saya pernah melihat dokumentasi burung elang di TV.. Bahkan videonya dijual mahal sekali disini. Dahsyat sekali para pengambil gambarnya bisa menfilmkan kisah burung elang itu.

Dalam dokumentasi itu digambarkan bagaimana elang jantan bergulat dalam kerasnya alam mencari makan untuk keluarganya. Induk elang dan telurnya dibuatkan sarang jauh diatas puncak gunung supaya aman dari jangkauan predator pengganggu. Sementara induk elang mengerami telurnya, sang jantan terbang sejauh ratusan kilometer untuk mencari makan bagi keluarganya.

Matanya tajam dari balik awan bisa melihat buruannya yang sangat jauh didaratan. Bahkan dia berani bertarung dengan ular paling berbisa yang sangat ditakuti oleh semua binatang lain. Pada waktunya, ketika hari senja telah tiba,, sang jantan kembali ke sarangnya dengan membawa makanan bagi keluarganya..

Dalam satu tayangan diperlihatkan ketika sang jantan begitu penuh perjuangan membawa hewan hasil buruan dari jarak ratusan kilometer ketempat dimana sang induk berada. Binatang buruan itu bahkan lebih berat dari badannya. Dengan susah payah dia membawa binatang buruan itu menggunakan paruhnya. Ada kalanya dia lelah dan mengharuskan dia berhenti sejenak untuk beristirahat. Setiap jengkal ketinggian membuat dia semakin lelah dan semakin lelah. Namun semangat kesetiaannya pada keluarga tetap membawa dia berjuang kembali kesarang dengan hasil tangkapan yang ada.

Dalam tayangan yang lain diperlihatkan bagaimana sang jantan sakit dan tidak mampu lagi untuk mencari buruan bagi keluarganya. Apa yang terjadi kemudian..?? Induk elang dan anak-anaknya kelaparan. Beberapa hari mereka tidak mendapatkan makanan. Suhu yang sangat dingin membuat si anak-anak elang makin kurus, menggigil dan lemah. Akhirnya induk elang terbang meninggalkan sarang dan berburu membantu sang jantan mencari makan bagi keluarganya.. Sungguh sebuah gambaran kesetiaan dan kerjasama yang luar biasa.

Betapa banyak filosofi bisa kita dapatkan dari kisah elang itu. Saya melihat sebuah keperkasaan, sebuah kekuatan, sebuah keberanian, bergabung menjadi satu dengan kesetiaan. Bayangkan elang-elang itu berani melawan ular berbisa yang sanggup membunuh apapun..

Elang berbeda dengan ayam,. Ayam makan cacing, ayam tinggal dipeternakan, karena memang ayam diciptakan untuk kemaslahantan kita manusia. Namun ayam tidak pernah berani melawan ular..

Kalau diimplementasikan dalam kehidupan kita,,; apakah kita lebih berani melawan ular berbisa atau cacing??? Banyak ular berbisa yang sangat jahat dalam kehidupan umat manusia. Mereka berani berbuat jahat dan melakukan apapun.. Ular berbisa itu mematikan bukan karena gigitannya, tapi karena racunnya yang masuk kedalam darah dan membuat aliran darah kita tersumbat.. Banyak orang jahat yang merusak aliran darah kehidupan ekonomi. Mereka menyebar dimana-mana dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan.. Apakah kita berani menghadapinya? Apakah kita seperti ayam yang hanya berani dengan cacing? Apakah kita mau seperti ayam yang hanya siap dipotong untuk dijadikan makanan saja????

Pada dasarnya kita semua diharapkan untuk bisa seperti elang-elang itu.. Namun,, sebelum saya lanjutkan.. Ada cerita kenapa sebagian dari kita gagal berperilaku seperti elang..

Begini kisahnya;

Suatu hari,, disarang elang yang sangat tinggi diatas pohon, terdapatlah 5 butir telur elang didalam sarang. Namun,, satu telur diterpa dahan sehingga berakibat jatuh menggelinding ketanah.. Telur itu akhirnya ditemukan oleh ayam dan dierami. Ketika akhirnya 5 telur itu menetas, yang 4 ekor tumbuh dan berkembang menjadi elang seperti layaknya apa yang diajari oleh induk dan sang jantan. Mereka mampu melakukan apapun yang dilakukan oleh induk mereka.

Namun berbeda dengan ke4 ekor saudaranya, 1 ekor yang dierami oleh ayam, dia tetap terlahir sebagai elang. Hanya masalahnya, dari kecil hingga dewasa,, dia dilatih hidup, cara makan, cara berperilaku seperti ayam yang telah mengeraminya itu. si elang itu hidup seperti ayam.. Padahal dia elang., namun dia berperilaku seperti ayam...



Menarik sekali jika kita mengupas motivasi melalui alur cerita hewan yg dpt kita jdkan bahan perenungan.. Krn perilaku hewan itu murni tanpa rekayasa..

Siapa pun tahu sejauh mana kehebatan seekor burung elang itu,hg seringkali dijadikan simbol supremasi.

Dari segi fisik atau morfologi tubuhnya ia kuat.. Mengapa ia bisa kuat ? Krn sejak kecil,elang harus menempuh ujian kehidupan yang berat. Dmn ia tlah dilatih tuk belajar terbang dgn kekuatan dan kemampuannya sendiri..

Kekuatan lainnya adalah di usia 40 tahun,ia akan mengalami transformasi tubuhnya selama 150 hari dgn menahan penderitaan dan sakit yg luar biasa.. Dan selama itu elang akan ""berkontemplasi"" merasakan dinginnya udara malam dan panasnya matahari siang.

Sebuah perjuangan hidup yang berat untuk membuka lembaran hidup baru disisa usianya 30 tahun lagi. Pada saat menjelang ajal, di akhir hidupnya elang menderita sakit-sakitan, maka elang akan berusaha terbang sekuat tenaga ke puncak bukit dan bersarang disana sampai kematian menjemputnya.

Dari sini jelas sekali,banyak hikmah yg dapat kita ambil dari perjalanan seekor elang itu bagaimana ia bisa menjadi kuat dalam menghadapi kehidupannya.. Bahwa intinya semua berpulang kediri kita masing-masing untuk sejauh mana kita mampu berjuang, berkorban, dalam menghadapi kehedupan.. Sehingga pada akhirnya kita akan sanggup memberi makna bagi kehidupan ini..


Saya tidak mau menyimpulkan atas kisah diatas.. Ini hanyalah dongeng pengantar tidur saya saja, dan pernah saya ceritakan kepada anak-anak saya.. Tulisan ini juga hanyalah apresiasi saya atas kesediaan senior saya berbagi kisah burung hantu yang juga telah mengajarkan sesuatu pada kehidupan kita..

Dan bahkan dari nyamukpun kita bisa mengambil pelajaran.. Nikmat mana lagi yang engkau ingkari...???

Selamat pagi Indonesia,, selamat malam New York..

Thursday, November 15, 2012

Katak yang Tuli


Cerita dongeng yang selalu saya kenang adalah cerita tentang Katak yang tuli. Cerita ini diceritakan oleh sahabat kecil saya sewaktu saya masih kelas 3 SMP di Malang dulu. Berarti sudah lebih dari 28 tahun yang lalu.  Cerita sederhana yang tetap selalu bisa dipakai untuk menyemangati diri maupun orang lain untuk selalu maju ke depan walaupun banyak orang yang berkomentar tidak menyenangkan. 

Sahabat kecil saya itu berkirim surat dan meninggalkan dilaci bangku saya. Saya sungguh senang dan kaget membacanya.. Surat itu bukan surat cinta,, tapi surat sebuah dongeng indah... Dalam suratnya dia mendongeng:


Krishna, pernahkah kamu mendengar dongeng tentang katak kecil yang tuli.  Katak kecil yang berhasil mencapai puncak menara hanya karena dia tuli.  Semua katak-katak yang lebih besar dan kekar tidak ada yang pernah berhasil mencapai puncak menara.  Rahasia keberhasilannya cuma satu.  Ternyata katak kecil itu tuliiiii…. Sehingga dia tidak pernah mendengar komentar-komentar negatif yang selalu diteriakkan oleh penonton yang bisa melemahkan semangatnya. 

Suratnya hanya segitu saja, tidak lebih tidak kurang.

Sampai suatu hari kala saya semakin dewasa, saya menyadari bahwa tulisan sahabat kecilku itu memang benar dan sungguh menguatkan saya. Kemampuan tidak mendengar itu walaupun kelihatan sangat sepele, ternyata juga butuh keahlian khusus.  Karena sebuah kesuksesan tidak diukur sebaik apa komentar orang lain terhadap apa yang kita lakukan, tapi sebesar apa manfaat yang bisa dirasakan orang lain terhadap apa yang sudah kita lakukan.  Sudah menjadi hukum alam ketika ada kelompok yang senang maka ada pula sekelompok yang mencibir.  Pekerjaan yang mustahil adalah ketika kita berupaya menyenangkan hati semua orang.

Itulah ajaibnya dogeng.  Efek yang ditimbulkan tidak mengenal batasan usia.  Dogeng memberi motivasi dan nasehat dengan cara yang indah.  Mendongeng itu seperti main-main.  Mendongeng itu kadang cuma dilakukan disela-sela waktu luang.  Tetapi bagi yang masih punya anak usia SD, jangan pernah menyepelekan kegiatan mendongeng yang sederhana ini. 

Sampai saat ini, sahabat kecilku itu masih senang mendongeng kala ada kesempatan kami bertemu. Suatu hari dia bercerita kepada saya, bahwa dulu ketika dia masih sibuk bekerja di luar, dia hampir tidak punya waktu banyak untuk mendongeng.  Tetapi dia tidak kehabisan akal.  Dia membeli kaset-kaset kosong dan tape recorder kecil yang bisa dibawa-bawa dan disetel  dimana saja.  Suaranya ketika membacakan dongeng direkam  di 10 kaset.  Maka baginya, berkarier pun akhirnya tidak menjadi halangan untuk tetap bisa mendongeng.  Lebih lanjut katanya, anaknya (sekarang usianya hampir 20th) masih  suka memutar kaset itu dan tertawa terbahak-bahak. 

Sama seperti sahabat kecilku itu, dogeng bagi saya juga mempunyai arti penting.  Mendogeng adalah sarana untuk peduli.  Mendogeng  bisa dipakai utnuk merangkum semua ungkapan cinta, perhatian, masukan dan juga nasehat-nasehat. 

Masa kecil saya juga penuh dengan dogeng-dogeng.  Setiap kali bapak saya punya kesempatan, belia selalu mendongeng kisah-kisah pewayangan dalam buku Mahabarata yang sepertinya beliau hafal betul. Lain waktu beliau juga bercerita tentang kisah silat Kho Ping Ho dengan segala filosofinya. Kadang-kadang saya diajak duduk untuk menemaninya menonton Film Silat Cina bersambung dengan segala kisah pertempurannya.

Pada saat saya masih SD, Momen mendongeng yang paling disenangi bapak saya adalah saat kami pulang mudik dari Jakarta ke kampung halaman di Magelang dan Salatiga. Perjalanan selalu dimulai sore hari dan baru tiba subuh keesokan harinya. Sepanjang perjalanan, sambil menyetir, sebagai anak laki-laki yang paling besar, beliau meminta saya untuk menemani sambil mendongen kisah pewayangan dengan segala intriknya. Setiap kali mata saya mulai terpejam karena mengantuk, beliau tau (mungkin karena melihat dari spion) dan memanggil nama saya untuk bertanya, sampai dimana tadi ceritanya.. hehee sungguh kenangan yang sangat indah, dan saya tau manfaatnya setelah saya dewasa kini.

Kalau kita punya anak perempuan, bagi mereka, dogeng adalah dunia keduanya.  Banyak sekali dogeng klasik yang menempatkan perempuan sebagai tokoh utama.  Walaupun di awalnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan tetapi pada batas waktu tertentu dia akan bahagia dan menjadi seorang putri. 

Cinderela dengan sepatu kacanya.  Walaupun hidup menjadi upik abu  tapi karena bantuan ibu peri, dia berhasil menemui pangerannya dan hidup berbahagia.  Atau Nawang Wulan yang selendang  dicuri dan akhirnya terpaksa menikah dengan manusia.  Walau harus hidup di dunia tapi Damar Wulan tetap menjadi ratu di rumah si Joko Tarub.  Hanya karena Joko Tarub tidak lagi menjaga komitmen yang telah mereka sepakati, maka  mereka harus berpisah.  Joko Tarub menyesali kecerebohannya dan Nawang Wulan kembali menjadi bidadari.  Atau Timun Emas, yang dikejar-kejar buto ijo tapi karena bekal senjata ajaib dari sang ibu, maka dia selamat. 

Dalam dogeng semua yang baik pasti akan menang.  Semua perjuangan pasti akan berhasil.  Dan semangat itulah yang diharapkan menular dan muncul pada diri anak-anak atau siapa saja yang membacanya.  Dogeng selalu menempatkan keberanian untuk memperjuangkan nasib.  Mendobrak ketidak adilan.  Keluar dari kesengsaraan.  Dan dogeng lah yang mengatakan dengan jelas bahwa kebaikan selalu mengalahkan kejahatan.  Setiap yang salah akan terhukum oleh perbuatannya sendiri.

Jadi kalau saya banyak menulis, bukan karena hal-hal lain apapun, namu saya tidak ingin berhenti untuk  mendogeng. 

Saya berharap, semoga kita semua jangan pernah bosan mendengar/ membaca dogeng.  Karena hidup kita pun hanyalah seperti dogeng.  Ketika kita telah sampai pada alam baqa nanti maka lika-liku hidup yang sedang kita lalui sekarang pun akan menjadi sepenggal dogeng.  Jadi tetaplah bersemangat untuk melakukan yang terbaik,  perjuangan terbaik,  perlawanan terbaik,  penggabdian terbaik.  Karena sesungguhnya kamera Allah tidak pernah lepas merekam semua yang kita lakukan.

Selamat  merangkai dongeng indah malam ini...

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI


Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.

Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka. Kerugiannya prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun-menurun) sehingga tidak heran kalau prasangka ada pada mereka yang berfikirnya sederhana hingga pada masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengunggat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi-etnik.

Suatu hal yang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkanya. Tetapi dapat pula yang bertindak diskriminatif  tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk berespon baik secara positif maupun negatif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.

Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain, atau dioper dari milieu dimana orang menetap.

Gradasi prasangka menunjukkan adanya distansi sosial  antara ingroup dan outgroup. Dengan kata lain, tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial tertentu diantara anggota kelompok sendiri dengan anggota-anggota kelompok luar, dengan kata lain adanya diskriminatif antar kelompok.

Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi  yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu realita.

Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka ini banyak dimuati  emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat. Jika prasangka itu disertai agresivitas dan rasa permusuhan, semuanya tidak bisa disalurkan secara wajar, biasanya orang yang bersangkutan lalu mencari obyek “Kambing Hitam”, yaitu suatu obyek untuk melampiaskan segenap frustasi, dan rasa-rasa negatif. Kambing Hitam itu biasanya berwujud individu atau kelompok sosial yang lemah, golongan minoritas, anggota kelompok luar, ras lain atau suatu bangsa tertentu. Dengan kata lain mencoba untuk mendiskriminasikan pihak-pihak lain,  yang belum tentu pihak-pihak tersebut bersalah. Pada lazimnya prasangka sedemikian dibarengi dengan rasionalisasi, yaitu membuat rasional segala prasangka dan pikiran yang negatif, diproyeksikan kepada si “kambing Hitam”. Pada akhirnya dibarengi justivikasi diri, yaitu pembenaran diri terhadap semua tingkah laku sendiri.

Prasangka sebagai suatu sikap tidaklah merupakan wawasan dasar dari individu melainkan merupakan hasil proses interaksi antar individu atau golongan. Atau lebih tepat kalau prasangka itu merupakan hasil proses belajar dan pengenalan individu dalam perkembangannya. Pada prinsipnya seseorang akan bersikap tertentu terhadap orang lain atau terhadap suatu kelompok apabila ia telah memiliki pengetahuan itu tidak dapat kita pastikan apakah bersifat positif atau negetif. Pengetahuan itu akan membuat seseorang atau satu kelompok  berpersepsi, berfikir dan merasa terhadap obyek tertentu. Dari sinilah lahirnya suatu sikap dalam bentuk tingkah laku yang cenderung negatif.

Dengan demikian prasangka dapat dikatakan seperti yang dikemukakan oleh Newcomb sebagai sikap yang tak baik dan sebagai suatu predisposisi untuk berfikir, merasa dan bertindak dengan cara yang menentang atau menjauhi dan bukan menyokong atau mendekati orang-orang lain, terutama sebagai anggota kelompok. Pengertian Newcomb tersebut timbul dari gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat. Pengalaman seseorang yang bersifat sepintas, yang bersifat performance semata akan cepat sekali nemimbulkan sikap negatif terhadap satu kelompok atau terhadap seseorang. Melihat penampilan orang-orang Negro maka sering menimbulkan kesan keras, sadis tidak bermoral dan sejenisnya. Pandangan yang demikian akan menimbulkan kesan segan bergaul dengan mereka dan selalu memandangnya dengan sikap negatif


Perbedaan Prasangka dan diskriminasi
Tidak sedikit orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya kepribadian dan intelegensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Namun demikian belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelegensi tinggi, lebih sukar untuk bersifat berprasangka. Mengapa? Karena orang-orang ini bersifat dan bersikap kritis. Tetapi fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam jajaran kaum Cendikiawan, bahkan juga para pemimpin dan negarawan juga bisa berprasangka. Bukankah lahirnya senjata-senjata antar benua (Inter Continental Balistic Missile ICBM) adalah suatu prasangka yang  berlebihan dari para pemimpin, negarawan negara-negara adikuasa (super power). Bukankah pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika Serikat di daratan eropa barat adalah suatu manivestasi dari prasangka amerika serikat terhadap rivalnya yaitu Uni Soviet?

Kondisi lingkungan/ wilayah yang tidak mapan pun cukup beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka suatu individu atau kelompok sosial tertentu. Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi material tertentu, atau untuk meraih status sosial bagi suatu individu atau kelompok sosial tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah dimana norma-norma dan tata hukum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi. Antara prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu tidak dapat dipisahkan. Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berprilaku tidak diskriminatif. Di Indonesia kelompok keturunan Cina sebagai kelompok minoritas sering terjadi sasaran prasangka rasial, walaupun secara yuridis telah menjadi warga Negara Indonesia dan dalam UUD 1945 Bab X pasal 27 dinyatakan bahwa semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar, sikap berprasangka  itu muncul dari pikiran sepintas kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat seluruh anggota kelompok sosial tertentu. Apabila muncul prasangka dan deskriminatif terhadap kelompok sosial lain akan menimbulkan pertentangan sosial yang lebih luas. Contoh peristiwa yang menyangkut beberapa orang meluas melibatkan sejumlah orang.

Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
Berlatar belakang sejarah:
Orang-orang kulit putih di Amerika serikat bersikap negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang kulit putih sebagai tuan dan orang Negro berstatus sebagai budak

Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
Prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain,/terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya

Bersumber dari faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari beberapa orang/kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan tife kepribadian orang-orang tertentu. Tipe autoritarian personality  adalah ciri kepribadian seseorang yang penuh prasangka  dengan ciri bersifat konservatif dan bersifat tertutup.

Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan.
Kepercayaan dan agama bisa ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik ekonomi dan ideologi. Prasangka yang berakar dari hal-hal diatas dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal. Beberapa diantaranya : Konflik Irlandia Utara-Irlandia selatan ; Yunani-Turki di Cyprus dan perang Irak-Iran. Perang Vietnam pendudukan di afganistan oleh unisoviet konflik dilingkungan Amerika Tengah bermotif ideologi politik.


Usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan driskriminasi
1)     Perbaikan kondisi Sosial Ekonomi
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan warga negara Indonesia masih tergolong dibawah garis kemiskinan, akan mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan simiskin. Melalui pelaksanaan program pembangunan didukung oleh lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD. Juga melalui kredit Candakulak (KCK) kredit modal kerja permanen (KMKP) dan sektor pertanian dengan program : Intensifikasi khusus, perkebunan inti rakyat, proyek tebu rakyat
2)     Perluasan kesempatan belajar
Untuk mencapai jenjang pendidikan tertentu dalam perguruan tinggi memang mahal, untuk mencapai pendidikan tersebut harus memiliki otak juga modal. Jika dapat mencapaiu prestasi tinggi dan dapat dipertahankan beasiswa aneka ragam dapat diraih dan kantong pun tidak kering kerontang.
Dengan memberi kesempatan mencapai tingkat pendidikan dasar-perguruan tinggi bagi warga Indonesia tanpa kecuali prasangka dan perasaan tidak adil pada sektor pendidikan cepat atau lambat akan hilang.
3)     Sikap Terbuka dan Sikap Lapang
Berbagai ideologi secara historis pernah mendapt tempat dan berkiprah di Republik ini, bukan mustahil akan memanfaatkan kemajemukan kulktur, satatus dan kelas masyarakat bukan mustahil kalau mereka memanfaatkan situasi berprasangka, resah dan kemelut. Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan perssatuan dan kemerdekaan, telah menumbuhkan sikap kesepakatan solidaritas dan loyalitas yang tinggi. Dengan berbagai sikap unggulk itu diharapkan akan berkelanjutkan dengan sikap salin g percaya, saling menghargai, menghormati dan menjauhkan diri dari sikap berprasangka.

Monday, November 12, 2012

SOP YANG DITABRAK..???


Membaca harian Suara Merdeka mengenai cerita salah satu eks penyidik KPK dari Polri yg mengundurkan diri, saya mencoba mengutip kalimat dalam media tersebut: "Terkait dengan pertimbangan keluarga dan karier saya di Polri yang menjadi alasan mundur dari KPK. Selain itu, ada kondisi yang membuat saya tidak nyaman lagi bekerja di KPK, yaitu dengan tindakan-tindakan Pimpinan KPK periode sekarang yang cenderung menabrak SOP KPK dan bertentangan dengan semangat profesionalitas saya sebagai penyidik," kata Hendi kepada Suara Merdeka.
Saya menjadi berpikir kenapa dengan adanya kecenderungan menabrak SOP, bertentangan dengan semangat profesionalitas sebagai penyidik? Apabila hal yang dilakukan pemimpin KPK menabrak aturan KUHAP, sangatlah wajar dijadikan alasan bertentangan dengan masalah profesionalisme. Ada baiknya kita pahami terlebih dahulu, apa SOP itu.

SOP adalah 1 set perintah kerja atau langkah-langkah yg harus diikuti untuk menjalankan suatu pekerjaan dgn berpedoman pada tujuan yg harus dicapai.
(www.iso9000store.com) Definisi SOP yg lain adalah “detailed, written instructions to achieve uniformity of the performance of a specific function”.  (www.ctru.auckland.ac.nz/medglossary/s.html)

Untuk siapa SOP dibuat?
SOP menjadi pedoman bagi para pelaksana pekerjaan. Ini bisa berarti para karyawan produksi, resepsionis, office boy, supir, staf administrasi di kantor, pabrik atau gudang, supervisor dan manager. SOP akan berbeda untuk pekerjaan yg dilakukan sendirian, untuk pekerjaan yg dilakukan secara tim dan untuk pengawas pekerjaan tsb.

Kapan menyusun SOP?
1)SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan.
2)SOP digunakan utk menilai apakah pekerjaan tsb sudah dilakukan dgn baik atau tidak.
3)Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi setelah 1-2 bulan trial.
4)Lakukan revisi jika ada perubahan langkah kerja yg bisa diakibatkan oleh adanya mesin baru, peralatan baru, tambahan pekerja, lokasi berbeda, dan semua yg mempengaruhi lingkungan kerja.
5)Mintakan masukan dari para pelaksana untuk menjadi bahan perbaikan SOP secara teratur.

Sepanjang apa SOP disusun?
1)Tidak ada aturan yg membatasi panjang pendeknya SOP, karena SOP digunakan oleh berbagai macam orang untuk tujuan yg berbeda, dgn tetap harus lengkap dan akurat.
2)Walau demikian, SOP yg ringkas akan lebih memudahkan para pelaksana, dengan demikian sebuah prosedur kerja yg panjang bisa dibagi menjadi 2-3 SOP (seperti dipisah menjadi SOP Tahap Persiapan, SOP.

Tahap Pelaksanaan dan SOP Tahap Penyelesaian. Idealnya, SOP disusun oleh 1 tim yg terdiri atas:
1.
Penulis SOP (author)
2. Pelaksana di lapangan (employee)
3. Pengawas lapangan (supervisor)
4. Atasan pengawas (manager)

Keuntungan adanya SOP
1)SOP yg baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi antara pelaksana dan pengawas, dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten.
2)Para pekerja akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yg harus dicapai dalam setiap pekerjaan.
3)SOP juga bisa dipergunakan sbg salah satu alat training dan bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja karyawan.

Nah, melihat dari pengertian apa itu SOP, kita dapat memahami bahwa SOP itu sebenarnya acuan kerja suatu organisasi, supaya organisasi dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan organisasi tersebut.

Bagaimana hal nya dengan SOP KPK? Sebelumnya kita harus pahami dengan pasti bahwa Korupsi termasuk extra ordinary crime, sehingga perlu semangat yang tinggi dalam memberantas kejahatan tersebut tanpa ada pelanggaran HAM. Kemudian dengan SOP tersebut jelas dibuat supaya KPK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip2 Good Governance, dan mencapai tujuannya, yaitu menyelesaikan kasus2 korupsi dengan cepat dan baik.

Namun disisi lain, kita juga harus memahami bahwa Penegakkan hukum terhadap suatu tindak Pidana mempunyai Hukum Acara yang harus dipedomani dan diikuti. Huku Acara inilah yang kemudian menjadi landasan Formil dalam pelaksanaan tugas. SOP adalah penjabaran Hukum Acara secara lebih rinci agar langka-langkah penyidikan dapat diikuti oleh semua pihak dan menjadi penyidikan dapat di kontrol akuntabilitasnya oleh siapapun yang beracara pada setiap tingkatan sistem peradilan pidana.

Setiap kegiatan yang bersifat profesional harus mempunyai SOP. Pramugari pesawat selalu memperagakan berulang-ulang cara menggunakan peralatan keselematan, karena itulah SOP keselematan penerbangan. Setiap melakukan penangkapan, penyidik harus membacakan hak-hak tersangka, karena itulah hukum yang berlaku. Setiap akan berlatih menembak ada langkah-langkah keselematan yang harus dilalui, itulah SOP nya. Setiap mau Shalat ada juga ada tata cara,,, kalau salah satu dilanggar,, maka shalat nya tidak sah..

Jadi, bagaimana dengan penyidikan yang menabrak SOP...??? sudah barang tentu implikasi hukumnya pun tetap ada. Kalau saya boleh berpendapat,, silahkan melakukan apapun yang hendak dilakukan sepanjang sesuai SOP,, kalau merasa SOP itu tidak lagi layak dipertahankan,, maka rubahlah SOP nya terlebih dahulu. Tokh ketika Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus koprupsi, mereka selalu mencari tahu dimana letak kesalahan pelaku melalui ketidak sesuaian antara apa yang dilaksanakan tersangka dengan SOP yang mengatur dalam kegiatan dimaksud.. 

Kembali lagi kepada kita semua,, belum tentu yang baik itu benar, dan belum tentu yang benar itu baik.. Namun semua itu akan menjadi sempurna apabila kita melakukan pekerjaan dengan baik dan benar..

Salam hormat..