Thursday, October 25, 2012
KORBANKAN ISMAIL-MU
Mengisi sepinya milis, ijinkan saya menulis sesuatu..
“KORBANKAN ISMAILMU”..... Itulah yang diserukan Allah dalam mimpi Nabi Ibrahim. Dan momentum sejarah itulah yang kemudian diabadikan sebagai Hari Raya Idul Adha atau kita sebut juga sebagai Hari Raya Kurban. Seperti juga halnya haji, ibadah kurban adalah ibadah yang mengharuskan kita bermain peran dalam menjalankan ritualnya. Peran sebagai seorang Ibrahim yang rela mengobankan Ismailnya. Ismail anak semata wayang, yang menjadi belahan jiwanya. Anak tersayang yang dicintai sepenuh hatinya. Sepenuh hatinya. Sehingga sejak kehadiran Ismail, hal di luar Ismail hanya menempati sisa-sisa ruang dalam hati Ibrahim.
Seperti itulah kita. Hati kita penuh dengan kecintaan-kecintaan terhadap duniawi. Cinta kepada anak, kepada suami/istri, pada harta, jabatan, kelompok , kepentingan dan juga diri sendiri. Cinta yang selalu kita pupuk dan kita pelihara. Cinta yang menyita hampir semua waktu dan perhatian. Cinta yang mungkin juga telah melalaikan kita dari Sang Pemilik Cinta.
Selayaknya sebuah ritual agama seharusnya kita tidak hanya hanya mengulang-ulangnya secara harfiah. Tapi yang diinginkan Allah adalah kita mengerti mengapa kita harus melakukannya dan memaknainya. Dengan berkurban kita belajar memerankan diri sebagai Ibrahim. Ibrahim yang memilih mementingkan Allah. Memilih mendekat kepada Allah. Dan memilih mencintai Allah.
Andai kau Ibrahim. Mana yang engkau pilih ? Allah atau dirimu sendiri ? Kepentingan atau nilai ? Ketergantungan atau kebebasan ? Kebijakan atau kenyataan ? Berhenti atau maju ? Kebahagian atau kesempurnaan ? Menikmati atau menanggung pedihnya tanggung jawab ? Hidup sekedar hidup atau hidup untuk meraih tujuan ? Perdamaian dan cinta atau keyakinan dan perjuangan ? Mengikuti watakmu atau kehendak sadarmu ? Melayani perasaanmu atau melayani imanmu ? Melindungi kerabat atau membawakan pesan ? Dan.... akhirnya Allah atau Ismailmu ? Pilihlah satu !!!
Tentu pilihan dalam pengorbanan bukanlah hal yang mudah. Ritual itulah yang setiap tahun kita ulang. Tetapi sudahkah kita tangkap dan kita hayati maknanya. Makna pelepasan Ismail sebagai perlambang kecintaan kita pada duniawi. Apa saja yang menyebabkan kita berat untuk menuju Allah. Pelepasan keegoisan, keserakahan, kesombongan, kerakusan dan ujub.
Tentu bukan kebetulan jika ibadah kurban kita di tahun ini hampir bersamaan dengan perayaan hari besar Nasional Sumpah Pemuda. Perayaan hari besar yang rasanya sedang tidak layak untuk dirayakan. Seperti juga halnya hari raya, hari besar dalam suatu negara juga ditetapkan untuk mengenang dan memvisualisasikan ulang kejadian-kejadian heroik yang terjadi pada tanggal itu, berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Sebelum Sumpah pemuda 1928, suku-suku bangsa di Indonesia mempertahankan identitas mereka masing-masing. Selain karena tempat-tempat yang terpisah secara geografis, juga karena pengaruh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Tidak mengherankan jika penjajah Belanda berhasil menguasai Nusantara hanya dengan mengandalkan beberapa ribu personilnya. Dengan politik yang dikenal sebagai istilah “devide et impera”, memecah belah dan menguasai. Sebenarnya bukan politik “devide et impera” itu yang berhasil memecah belah bangsa Indonesia pada saat itu, tapi kondisi bangsa Indonesia itu sendiri yang pada dasarnya tidak menyatu dalam satu identitas nasional.
Kondisi bangsa kita saat ini, mungkin tidak jauh lebih baik dari kondisi saat itu. Dimana identitas kesukuan lebih membanggakan daripada identitas kebangsaaan. Dimana peran satu kelompok selalu ingin lebih ditonjolkan dari kepentingan kesatuan bangsa dan negara. Dimana orang-orang berlomba-lomba untuk berperan demi dirinya sendiri, demi kelompoknya demi sukunya dan juga hanya demi partainya. Dan jadilah kepentingan nasional, kesatuan dan persatuan bangsa menjadi nomor lima, enam, atau mungkin dalam bilangan yang lebih besar.
Sungguh berat memperingati “Sumpah Pemuda “ dalam kondisi bangsa kita saat ini. Kondisi dimana sebagian besar rakyat Indonesia hanya bangga sebagai dirinya sendiri. Hanya membanggakan peran institusinya dan kelompoknya. Aahh, seandainya ibu pertiwi ini bernyawa tentu dia akan menangis menyangsikan anak-anak bangsanya saling bertikai. Saling berebut kekuasaan.
Maka selayaknyalah peringatan Sumpah pemuda tahun ini dibarengi dengan semangat berkorban. Mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa diatas kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Mengorbankan ketenaran demi kerukunan. Mengorbankan keegoisan demi kemakmuran bangsa. Sehingga anak-anak negeri bisa kembali menyanyikan lagu-lagu kebangsaan dengan bangga dan bersemangat.
“Damai negaraku, Damailah negeriku. Dimana Tuhanku menitipkan aku. Nyanyi bocah bocah dikala purnama. Nyanyikan pujaan untuk Nusa. Indonesia merah darahku. Putih tulangku. Bersatu dalam semangatmu...... “
Sesungguhnya siapapun kita sekarang, dengan jabatan dan pangkat apapun, kita hanya sedang memainkan peran. Maka mari berperan dengan upaya terbaik dan sepenuh hati..... Selamat Hari Raya Idul Qurban dan Selamat Hari Sumpah Pemuda sahabatku..
No comments:
Post a Comment