Salah satu hasil pengamatan dari kesempatan saya berdinas di beberapa negara lain adalah menyangkut masalah keamanan lingkungan. Saya selalu terkagum-kagum dengan model bangunan tanpa pagar yang ada di berbagai negara didunia. Disisi lain, bila kita menengok model bangunan di Indonesia baik yang perkantoran, gedung maupun perumahan, maka terlihat perbedaan yang sangat jauh dengan model bangunan di negara-negara lain.
Sebagai polisi
saya memahami betul bahwa model bangunan yang tumbuh di Indonesia berevolusi
dari konsep pagar sebagai wujud kekuasaan pemilik yang kemudian berkembang
menjadi konsep pagar sebagai cara pemilik bangunan untuk melindungi harta
bendanya. Namun yang kemudian dilupakan oleh kita semua, bahwa ternyata
meskipun pagar tinggi dibangun, kriminalitas dan ketakutan akan rasa aman tetap
tumbuh diantara warga.
Prof B.
Randolph (2005) dalam studi di Australia menemukan bahwa faktor sosial dan faktor
fisik dalam penanggulangan kriminalitas harus dilakukan secara bersama-sama.
Hal ini diperoleh melalui hasil riset di 9 perumahan yang dilakukan oleh Dr.
Judd ahli perumahan dan Dr. Samuel seorang expert di bidang strategi pencegahan
kriminal dan design, dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun faktor fisik
seperti kurangnya penerangan dan tidak cukup baiknya kondisi pagar untuk secara
langsung memberikan pengamanan terhadap kriminal, namun pada area yang
mengkombinasikan antara penanganan fisik dan penanganan sosiallah yang
memberikan hasil positip yang paling nyata.
Adanya rasa
takut terhadap kriminalitas mengakibatkan masyarakat perkotaan melakukan
pengamanan terhadap pribadi, keluarga serta harta miliknya, untuk meningkatkan
rasa aman atau sense of secure. Secara fisik hal itu dapat terlihat dari
pembuatan pagar rumah yang tinggi dan kokoh, pembuatan jeruji pada bukaan pintu
dan jendela, pembuatan portal-portal sebagai penghalang pada jalan-jalan di permukiman
serta pembuatan kelompok hunian tertutup. Fenomena lain yang terjadi akibat
fear of crime adalah membatasi kegiatan sosial masyarakat hanya diselenggarakan
pada siang hari, kecuali kegiatan yang bersifat entertainment.
Gejala tersebut
disebut sebagai cocooning (cocoon = kepompong) karena warga bersikap mengurung diri,
dan secara langsung membatasi segala aktivitas yang dilakukan.
Oscar Newman
(1972) dalam bukunya 'Devensible space' banyak melakukan penelitian tentang
kriminalitas di perumahan. Perumahan sebenarnya diharapkan merupakan suatu
tempat yang aman, termasuk aman dari berbagai gangguan kejahatan. Lingkungan
perumahan kota dibangun dengan pertimbangan keamanan terhadap bahaya,
seharusnya termasuk juga keamanan terhadap bahaya kriminal, sehingga aktivitas
penghuninya dapat terwadahi secara maksimal seperti kegiatan bermukim, bekerja,
bersosialisai, beristirahat dan berekreasi. Walaupun kejadian tindak
kriminalitas di lingkungan perumahan dapat beragam, namun dalam hal ini hanya
dibatasi pada kejahatan yang dikategorikan dalam kejahatan terhadap harta benda.
Rasa takut
mengakibatkan rumah maupun kawasan menjadi sangat tertutup. Kehidupan untuk
menarik diri dari lingkungan, secara fisik terlihat dari bentuk pagar yang
tinggi, dan berkurangnya kenyamanan hidup di perumahan, karena masing-masing
mengurung diri di dalam rumah yang sangat tertutup baik terhadap orang yang
masih asing maupun terhadap tetangga di sekitarnya.
Pencegahan Kejahatan Melalui Perancangan Lingkungan (PKMPL)
Asumsi
penanganan yang dilakukan (Jacobs, 1962) adalah : semakin banyak orang dapat
melihat ke jalan maka semakin kecil kesempatan tindak kejahatan di jalan. Kejahatan
mulai dilakukan dari jalan, sehingga 'eyes on the street' istilah Jacobs,
merupakan salah satu upaya penanganan yang dilakukan.
PKMPL adalah
suatu filsafat pencegahan kejahatan yang berdasarkan teori bahwa rancangan yang
tepat dan penggunaan yang efektif suatu lingkungan terbangun dapat menyebabkan
berkurangnya rasa takut dan penurunan kejadian kejahatan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan definisi oleh The National Crime Prevention Institute di
Amerika Serikat, bahwa:"the proper design and effective use of the built
environment can lead to a reduction in the fear and incidence of crime, an
overall improvement of the quality of live."
PKMPL merupakan alat
bagi perencana kota
yang menekankan pada penggunaan ciri-ciri rancangan fisik dan karakteristik
pengguna lahan untuk mengurangi atau menyingkirkan kesempatan-kesempatan akan tindak
kejahatan dan untuk menghalangi perilaku kejahatan.
PKMPL merupakan
metoda aItematif dalam mengurangi kejahatan dengan cara melakukan perubahan-perubahan
fisik terhadap lingkungan. Dasar perubahan fisik yang dilakukan adalah dengan
mengurangi kesempatan-kesempatan dalam melakukan tindak kriminal.
Berdasarkan
temuan dari Oscar Newman (1972), Jane Jacob clan Elizabeth Wood dituturkan
adanya perbedaan nyata dalam tingkat kriminalitas antara lingkungan yang sepi,
tidak terawat dengan lingkungan yang ramai, terawat dan pengawasan dari
penghuninya. Oscar Newman menyatakan bahwa perhatian terhadap aktivitas yang
terjadi di jalan yang diistilahkan sebagai 'the eyes on the street' menunjukkan
bahwa perhatian penghuni terhadap lingkungannya sangat efektif dalam menekan
adanya potensi kejahatan.
Studi Oscar
Newman (1972) juga menunjukkan bahwa gedung tinggi dengan loby, elevator, fire
escape, tap dan koridor yang terisolir dari pandangan publik, mempunyai angka
kejahatan yang tinggi, dari pada gedung rendah. Konsep teritorialitas dapat
dijadikan sebagai dasar untuk menciptakan ruang-ruang pengawasan sosial yang
bersifat informal, sehingga masyarakat dapat terhindar dari tindak kriminalitas
dengan mengambil langkah-Iangkah perlindungan yang perlu dilakukan.
Tiga hal pokok yang perlu dilakukan adalah : pengawasan kawasan, adanya pengendalian kawasan terhadap keamanan, dan hak dan kepemilikan yang jelas. Tiga komponen dasar dalam PKMPL, adalah :
a. mengurangi
akses kriminalitas dengan perlengkapan kunci, jendela dan kamera pengawas.
b. Perubahan
terhadap lingkungan fisik, sehingga mengurangi kesempatan untuk melakukan
kejahatan.
Secara alami
dikenali adanya upaya untuk mengurangi kriminalitas, yaitu :
1) Menciptakan
ruang yang tanpa disadari dapat mengikut sertakan sebanyak mungkin orang untuk
terlibat dalam pengawasan, dan mencegah masuknya orang yang tidak dikenal kedalam
kawasan, melalui konsep 'mudah terlihat dan terawasi dari jalan' .
2)tidak
menciptakan ruang yang tertutup dari pengawasan, serta membatasi akses masuk ke
kawasan.
3)idak
menciptakan ruang-ruang yang tidak terdefinisi dengan jelas peruntukannya, atau
sebaliknya menciptakan batas-batas kepemilikan yang jelas; sehingga orang asing
merasa tidak nyaman berada di lingkungan tersebut.
4)enempatkan
aktivitas lingkungan yang sekaligus dapat mengawasi keamanan lingkungan.
5) Makukan
pemeliharaan rutin, untuk memberikan kejelasan teritorial dan pengawasan alami.
komponen lansekap hendaknya tidak membuat ruang-ruang terisolasi atau tersembunyi,
hingga berpotensi sebagai tempat bersembunyi.
c. Peningkatan
komunikasi dengan lingkungan sosial melalui penguatan organisasi lingkungan
atau kemasyarakatan. Secara fisik desain rumah dan lingkungan. yang baik
hendaknya dapat mendorong komunikasi sosial, interaksi antar tetangga serta
menghilangkan fear of crime.
Sangat menarik ulasannya komandan, pencegahan kejahatan melalui desain lingkungan & bangunan. Sebuah studi yg perlu dikaji oleh Polri dan perencana kota/lingkungan. Sbg bahan kemitraan dgn pemda + pemerhati lingkungan. Polri bs berperan aktif dlm crime prevention. Minimalisir cocooning utk meningkatkan kohesi sosial.
ReplyDeleteKok ada polisi indonwsia seperti ini ya ?...mudah2an tetap istiqomah
ReplyDelete