Dulu di sekolah kita diajari
bagaimana mengatasi masalah. Kita diajari
bagaimana sebuah konsep dan teori dijadikan landasan sebagai pisau analisa
pemecahan masalah. Kita juga diajari bagaimana menguraikan sebuah latar
belakang masalah. Dan lebih penting lagi kita dilatih dan diajarkan bagaimana
menentukan sebuah pokok masalah, sehingga kita dapat mendeterminasikan
cara-cara pemecahan masalah melalui beberapa rekomendasi.
Gimana sih menentukan mengidentifikasi
masalah dan menentukan pemecahannya?
Contohnya demikian:
Anggaplah kita sebagai seorang Kapolres
di suatu tempat sedang melaksanakan pengamanan demo yang berlangsung terus
menerus dari pagi hingga siang hari, dan kemudian anak buah kita mengatakan ”kami
lapar”...
Kalau kita tidak paham tentang
mengidentifikasi masalah; maka akan banyak respon kita sebagai Kapolres. Mungki
ada Kapolres yang marah, dan mengatakan ”Sama saya juga lapar”, atau ada
Kapolres yang baik hati dengan mengatakan ”OK, saya paham tolong kita sabar
sampai demo ini berhenti”.
Pertanyaannya adalah, ketika anak
buah kita mengatakan bahwa dia lapar,, kira-kira apa identifikasi masalah yang
kita hadapi sebagai pimpinan?
-
Apakah masalahnya
adalah anggota lapar? Bukan
-
Apakah masalahnya
adalah anggota ingin makan? Juga bukan
-
Apakah
masalahnya sedang ada demo sehingga anggota tidak bisa makan? Juga bukan
-
Apakah
masalahnya cari makan susah? Lagi-lagi bukan
-
Apakah
masalahnya makanan tidak datang-datang? Menurut saya juga bukan
Lalu kalau demikian, apa identifikasi
masalah yang bisa kita angkat disini..?? Dari hanya dua kata ”Saya lapar” saja,
dengan latar belakang kondisi dan situasi yang dihadapi,, maka apabila tidak
dapat mengidentifikasi masalah dengan tepat, tentunya kita juga tidak dapat
mengatasi masalahnya..
Orang lapar kok disuruh sabar? Orang
lapar kok malah dimarahi? Orang lapar kok masih dipaksa kerja? Orang lapar kok
malah dikasih tau makanan masih lama? Orang lapar itu butuhnya apa sih? Ya
itulah respon dari kita-kita yang belum dapat mengidentifikasi masalah.
Jadi kalau ada perkataan ”Saya lapar”,
maka identifikasi masalahnya adalah: ”Bagaimana caranya agar anggota saya
kenyang??” Nah itulah identifikasi masalah... Karena kita sudah tau masalahnya
yaitu bagaimana caranya agar membuat mereka kenyang, maka pemecahan masalah
yang kita ambil adalah menyiapkan makanan dan waktu agar mereka bisa makan
sesegera mungkin.
Agak menarik bukan??
Cobalah lihat anak kita waktu bayi,
mereka menggunakan satu gaya yang sama untuk menunjukkan bahwa mereka sedang
bermasalah, yaitu ”menangis”. Lapar, haus, sedih, takut, buang air kecil, buang
air besar, mengantuk, bosan dll, semua sama dicurahkan dalam tangisan. Hanya
ibu mereka yang tau identifikasi masalah yang dihadapi. Karena sang ibu tau
identifikasi masalahnya, maka tentunya sang ibu tau juga bagaimana cara
pemecahan masalah yang dihadapi.. Sang ibu yakin betul, bahwa tangisan karena
buang air tidak bisa dipecahkan hanya dengan menyusui mereka.. si ibu tau betul
bahwa tangisan tertentu harus dipecahkan dengan cara tertentu..
Itulah cara alamiah dalam memecahkan
masalah..
Nah sekarang, bagaimana dengan
permasalahan yang kita hadapi?
Masalah bagi sebagian orang adalah tantangan. Bagi sebagian yang lain, masalah adalah
penderitaan. Sebagian orang menanggapi
masalah dengan semangat untuk mencari solusi.
Sebagian yang lain ada pula yang terpuruk karena deraan masalah yang
bertubi-tubi. Jadi sebenarnya bukan
masalah itu yang menjadi masalah, tapi bagaimana menyikapi masalah, itulah yang
menjadi pokok permasalahannya. Masalah
yang ditangani dan disikapi dengan cara yang salah akan melahirkan masalah
baru. Atau masalah yang kecil, bisa menjadi besar karena terlalu banyak
diulang-ulang dan dibesar-besarkan.
Pada hakikatnya menurut saya, bahwa
masalah terbagi menjadi dua yaitu masalah nyata dan masalah yang tidak
nyata. Sebagian besar masalah yang
memenuhi otak dan hati sebenarnya adalah tidak nyata. Yang harusnya bisa diselesaikan
hanya dengan sejenak melepaskan pikiran kita.
Sejenak meletakkannya di luar diri kita, sehingga kita bisa memandangnya
dan membedakan mana masalah yang nyata dan masalah yang tidak nyata. Masalah
yang tidak nyata tidak membutuhkan penyelesaian, hanya diperlukan sedikit
kemampuan untuk memilahnya dan melepaskannya serta membiarkan waktu sebagai
mediator penyelesaian.
Masalah sangat erat kaitannya dengan
kapasitas dan kapabilitas. Kapasitas
adalah daya tampung/ kemampuan atau disebut juga dengan potensi. Sedangkan Kapabilitas adalah kemampuan untuk
memanfaatkan kapasitas (Eri Sudewo, 2011).
Masalah yang menimpa atau ditimpakan kepada seseorang tidak akan pernah
melebihi kapasitasnya. Hal tersebut
telah digariskan dalam Firman Allah dalam Al Baqaroh 287: “ Allah tidak membebani seseorang kecuali
sesuai dengan batas kemampuannya. Baginya ganjaran untuk apa yang
diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya…. .. “. Artinya ketika seseorang tertimpa suatu
masalah, maka Allah telah mengukur bahwa dia dapat menyelesaikan masalah
tersebut.
Yang menjadi masalah adalah
ketika seseorang mengatasi masalahnya
dengan cara yang salah. Seperti
contohnya ketika kita mendapati seorang anak buah kita melakukan kesalahan
dilapangan saat menangani demo. Jika yang kita lakukan sebagai pimpinan adalah
marah dan memukul mereka dengan menggunakan gaya kepemimpinan primitif, maka
masalah kesalahan anggota tersebut akan berkembang menjadi masalah-masalah yang
lain.
Ketika masalah utama anggota yang melakukan kesalahan dalam menangani
demo dilapangan belum terpecahkan, sudah lahir masalah baru karena kita marah
dan memukul anggota. Anggota yang tidak terima karena dipukul, rekan-rekannya
yang menjadi emosional karena merasa solider, atau anggota menjadi makin brutal
kepada para demonstran, kerusuhan mulai meletus, bentrokan tak bisa
dihindarkan, pasukan tak bisa dikendalikan, korban berjatuhan dimana-mana dan
masalah-masalah lain yang saling susul menyusul menjadi letusan dan ledakan
tiada henti yang pada akhirnya menjadi lagi lagi berakibat pada perkembangan
opini buruk pada institusi kita..
Bandingkan jika anggota yang
melakukan kesalahan saat menangani demo tadi dapat ditangani dengan lebih
tenang dan sabar. Sebagai pimpinan kita mendekati
anak buah kita, menarik mereka dari tengah-tengah pasukan untuk segera di
endapkan dulu di Posko dan kita meminta maaf secara tulus pada korban serta mengajak
mereka sama-sama berdiri dalam satu atmosfir demokrasi yang elegan dengan
menampilkan kualitas demonstrasi yang bermartabat dan menjadikan kita sebagai
organisasi sebagai pengawal kebebasan tersebut,.
Ketika suasana menjadi aman, pimpinan
bijak kepada anggota yang melakukan kesalahan dan mengajak berdialog. Setelah
tahu kronologis mengapa anggota melakukan kesalahan, kita mencoba memberi arahan
dengan bijaksana sebagai layaknya seorang pimpinan yang memahami kondisi
kebatinan saat masalah tersebut terjadi.
Masalah selesai.....
Apabila
anggota bersalah, kita bisa melaksanakan proses penghukuman dengan niat tulus
dalam rangka pembinaan organisasi serta bagi kebaikan eksternal dan keluar pun
kita tidak akan banyak mendapatkan tekanan yang luar biasa.
Satu tindakan salah dalam
menangani masalah dapat memberikan
dampak yang semakin membesar di kemudian hari.
Malah bukan tidak memungkinkan bahwa traumatik anggota terhadap perlakuan
pimpinan dapat dianggap sebagai traumatik kepada organisasi. Ketidak mampuan kita mengatasi masalah secara
sistematis akan memberikan dampak yang pada kegamangan anggota dalam
melaksanakan tugas dilapangan.
Tenang dan sabar dalam menghadapi
masalah mungkin hanya mudah dikatakan dan ditulis. Dalam penerapannya, seseorang lebih banyak membiarkan bereaksi
secara spontan pada saat tertimpa masalah.
Abu Bakar RA, pernah menunda pengadilan karena terdakwa meludah ke
mukanya. Maka Abu Bakar meminta ijin
untuk meninggalkan ruang pengadilan dan berkata, “Maaf saya tidak bisa
memutuskan apapun, karena saya sedang marah”.
Cerita itu menasehatkan, “Jangan
bicara dan mengambil keputusan apapun ketika kita sedang marah”. Masalah masih bisa menunggu kita untuk
menenangkan diri, sampai besok atau sekedar keluar ruangan menghirup udara
segar. Upaya ini adalah agar masalah
tidak berkembang menjadi masalah-masalah baru hanya kerena ditangani dengan
emosi dan kemarahan.
Masalah juga dapat terjadi ketika
seseorang tidak dapat mengukur kapasitas/potensinya. Saya dapat ambilkan contoh kasus yang dapat
menggambarkan ini. Misalnya seorang anggota
Polri yang baru lulus dan masih belia berumur 19 tahun mendapatkan tugas tanggung jawab dan
wewenang yang sangat besar di Kepolisian. Beban tugas yang diembannya sebagai
anggota Polri dilapangan ternyata begitu kompleks melebih ekspektasi yang dia
bayangkan. Setiap hari dia harus bertugas dari pagi hingga larut malam
menangani berbagai persoalan yang dihadapi dilapangan. Setiap hari dia juga
mendapatkan tekanan dari internal dan pimpinan akan target-target penyelesaian
masalah yang dihadapi. Daya nalarnya belum sanggup untuk mencerna itu semua.
Disatu sisi dia juga dihadapkan pada masalah psikologis yang belum matang. Dan parahnya
dia juga mendapatkan wewenang yang cukup besar. Godaan sungguh luar biasa untuk
menyalahgunakan wewenang dengan berbagai iming-iming dan ketika dia melihat
pada kondisi sosial dia nyatalah baginya bahwa kehidupan dia sebagai polisi
ternyata jauh lebih berat dari yang dia bayangkan.
Masalah yang
datang secara beruntun seakan menyumbat kotak kapasitasnya. Menyebabkan semua potensi dirinya menjadi
terhambat dan ikut-ikutan mampet. Dalam
kondisi semacam ini, maka seseorang sangat rawan menderita stress dan
depresi tingkat tinggi. Yang efek berikutnya adalah segala tindakannya
menjadi tidak terkontrol dan tanpa pertimbangan logis.
Kapasitas seseorang dalam menangani masalah bukanlah harga mati. Selama
masih ada kemauan, kapasitas bisa terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Karena itulah kadang orang berseleroh ketika
sedang tertimpa masalah “sedang mau naik kelas nih”. Mungkin hal ini dianggap hanya menghibur diri, tapi
kecerdasan dan kreatifitas dalam memecahkan masalah dapat menjadi salah satu
faktor pendongkrak kapasitas. Faktor
yang lain adalah komitmen, konsistensi dan pengalaman. Untuk meningkatkan kapasitasnya seseorang
harus punya komitmen yang kuat, untuk terus bekerja keras, untuk tetap jujur
dan tidak egois. Tanpa komitmen tidak
orang yang dapat memanfaatkan kapasitasnya.
Dan komitmen butuh konsistensi. Tanpa
konsistensi sebuah kerja akan sia-sia.
Dan akhirnya semua masalah akan menjadi pengalaman. Menjadi guru untuk menyambut masalah-masalah
berikutnya.
Dengan kapasitas yang semakin
meningkat dan kapabilitas yang semakin terasah, maka masalah bukan lagi menjadi
beban. Masalah adalah tantangan. Masalah adalah pelajaran. Masalah juga karunia karena dengan masalah
kita semakin mendekat kepada Sang Pencipta.
Pantas saja jika Nabi pernah berkata, “Jika seseorang tahu ada apa di
balik musibah/ masalah yang dihadapinya, tentu dia akan menghadapi
musibah/ masalah itu dengan tersenyum”.
Selanjutnya….percayalah diantara dua
kesulitan selalu ada kemudahan. Aamiin….
Terima kasih kepada sahabat ku Feb Amni yang telah memberi inspirasi dalam penulisan ini..
Sangat luar biasa pencerahannya bang, setiap manusia selalu mendapatkan permasalahannya dg adaptif cara penyelesaiannya menentukan karakter manusia tsb dan menuju pada fase kedewasaannya menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya
ReplyDeleteSubhanallah...semua dijelaskan secara terperinci..Catatan yang sangat membantu untuk kita dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi...tapi perlu diingat bahwa kita harus selalu yakin ya Kris..jika menghadapi dan menyelesaikan masalah tentu kita harus selalu berdo'a dan yakin kepada Pertolongan Allah...Good advice !!!...
ReplyDeleteMantap sekali kakanda. Luar biasa
ReplyDelete