Tulisan saya ini dimulai dengan sebuah kisah yang sangat terkenal bagi umat
Islam dalam sebuah hadits. Kisah ini tentang seorang laki-laki dari Bani Israil
yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat dan dia bertanya siapakah
di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan kepadanya seorang
ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli ibadah, apakah ada taubat
untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah sangat besar sehingga dia
mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si pembunuh 99 nyawa. Maka
dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang telah dibunuh oleh
laki-laki dari Bani Israil tersebut.
Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya siapakah
orang yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia bertanya
kepada ulama tersebut, “Apakah masih ada pintu taubat untukku.” Maka ulama
tersebut mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada satupun
yang menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut menunjukkan
kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya merupakan orang
shalih, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal sekarang adalah
kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar meninggalkan
kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang dituju, dia
sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini merupakan kisah
yang sangat masyhur.
Berangkat dari kisah tersebut, ijinkan saya mengajak diri saya pribadi dan
seluruh rekan2 untuk selalu mengawali setiap keyakinan dan amalan perbuatan
kita dengan ilmu agar niat tulus kita bekerja di Polri ini tidak terjerumus
dalam pekerjaan yang tidak ada tuntunannya. Bahkan dalam agama Islam-pun kita
selalu diingatkan agar tidak melakukan ibadah yang tidak ada tuntunan (alias
bid’ah).
Ingatlah bahwa suatu perbuatan apapun yang dibangun tanpa dasar ilmu malah
akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan. Bayangkanlah kalau sebagai
polisi, kita tidak pernah belajar tentang Teori Hukum. Bayangkanlah kalau kita
sebagai anggota Intelijen tidak memahami bagaimana cara melakukan penyelidikan,
menggali informasi, memahami intel dasar, memahami cara menganalisa sebuah
informasi dan bagaimana menyajikan informasi tersebut kepada pimpinan?
Bayangkanlah kalau kita sebagai anggota Reskrim tidak memahami KUHAP, tidak
Memahami Perkap Masalah Penyidikan tidak memahami Aturan PerUndang-Undangan
yang mengatur tentang regulasi-regulasi terbaru? Dari mana kita mendapatkan
informasi tersebut? Tentunya itu semua didapat dari bahan bacaan yang
dituliskan oleh seseorang.
Dalam postingan terdahulu, saya pernah menuliskan bahwa bahkan Allah pun
telah mecatatkan keputusannya kedalam kitab Lauh Makhfudz sebelum Dia
menciptkan Alam ini. Dan Bahkan Kitab-kitab Suci pun dicatatakan untuk dapat
dibaca oleh para manusia hingga akhir jaman. Dan bahkan kisah kehidupan,
perbuatan Nabi Besar Muhammad SAW pun dituliskan dalam riwayat Hadits agar bisa
dibaca oleh umatnya dikemudian hari.
Jadi; siapa yang percaya bahwa kita tidak perlu saling berbagi ilmu dalam
milis profesi kepolisian yang terhormat ini? Ijinkan dalam kesempatan baik ini
mengutip beberapa ucapan para Ulama besar sebagaimana dibawah ini;
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah
tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan
kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15). Dari
ungkapan tersebut, maka kita bisa menarik benang merah bahwa sebagai anggota
Polri juga sebaiknya kita lebih memusatkan perhatiannya untuk berilmu polisi terlebih
dahulu sebelum melaksanakan tindakan apapun.
Tidakkah kita tahu bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang
berilmu di akhirat dan di dunia (QS Al Mujadalah: 11). Pahamkah kita
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa
yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.”
(HR. Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682. Syaikh Al Albani dalam Shohih
wa Dho’if Sunan Abi Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Berbagi ilmu apapun adalah baik, agar ilmu yang kita serap dan sebarkan bisa berfaedah
bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita. Karena itu dalam berbai ilmu
disini kita haru bisa setidaknya mempedomani beberapa hal, antara lain
1. Ikhlas
karena Allah SubhanahuWa Ta’ala
2. Untuk
menghilangkan ketidak tahuan dari diri kita dan orang lain (Semua manusia pada mulanya adalah tidak
tahu. Kita berniat untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita
menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengamalkan kepada orang lain untuk
menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang
lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu
kita)
3. Berniat
dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at;
4. Lapang
dada dalam menerima perbedaan pendapat; Saya memahami perbedaan pendapat yang
ada dalam milis ini. Karena itu ketikaada perbedaan pendapat, hendaknya kita (termasuk
saya) menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada
persoalaan ijtihad (menggali suatu kebenaran), bukan persoalaan aqidah
(keyakinan kepercayaan), karena persoalan aqidah adalah masalah yang tidak ada
perbedaan pendapat di kalangan salaf . Berbeda dalam masalah ijtihad,
perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau
menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan
ilmu yang telah didapatkan; Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah,
ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah
seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada
gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
6. Menghormati
para ulama dan memuliakan mereka; Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam
menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia
mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu
masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau
orang itu adalah seorang ulama.
7. Mencari
kebenaran dan sabar; Termasuk adab yang paling penting bagi kita
sebagai seorang anggota Polri adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah
didapatkan selama ini. Mencari kebenaran dari berbagi informasi yang sampai
kepada kita yang menjadi sumber pengetahuan kita. Ketika sampai kepada kita
sebuah informasi tentang cara dan teknis menghadapi konflik misalnya, kita
harus mempelajari betul, apakah cara itu baik disana juga baik ditempat kita?
Apakah kita perlu mengadaptasinya dengan lokalitas permasalahan ditempat kita?
Apakah kita perlu bertanya lagi dengan orang yang terlebih dahulu paham masalah
ini? Dsb. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa,
jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah dan bahkan merasa paling benar
sendiri. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah,
belajar satu ilmu Kepolisian secara setengah-setengah, maka hasilnya adalah
kegagalan.
No comments:
Post a Comment