Cerita dongeng
yang selalu saya kenang adalah cerita tentang Katak yang tuli. Cerita ini
diceritakan oleh sahabat kecil saya sewaktu saya masih kelas 3 SMP di Malang
dulu. Berarti sudah lebih dari 28 tahun yang lalu. Cerita sederhana yang tetap selalu bisa
dipakai untuk menyemangati diri maupun orang lain untuk selalu maju ke depan
walaupun banyak orang yang berkomentar tidak menyenangkan.
Sahabat
kecil saya itu berkirim surat dan meninggalkan dilaci bangku saya. Saya sungguh
senang dan kaget membacanya.. Surat itu bukan surat cinta,, tapi surat sebuah dongeng
indah... Dalam suratnya dia mendongeng:
Krishna, pernahkah kamu mendengar dongeng
tentang katak kecil yang tuli. Katak
kecil yang berhasil mencapai puncak menara hanya karena dia tuli.
Semua katak-katak
yang lebih besar dan kekar tidak ada yang pernah berhasil mencapai puncak
menara. Rahasia keberhasilannya cuma
satu. Ternyata katak kecil itu tuliiiii….
Sehingga dia tidak pernah mendengar komentar-komentar negatif yang selalu
diteriakkan oleh penonton yang bisa melemahkan semangatnya.
Suratnya
hanya segitu saja, tidak lebih tidak kurang.
Sampai suatu
hari kala saya semakin dewasa, saya menyadari bahwa tulisan sahabat kecilku itu
memang benar dan sungguh menguatkan saya. Kemampuan tidak mendengar itu
walaupun kelihatan sangat sepele, ternyata juga butuh keahlian khusus. Karena sebuah kesuksesan tidak diukur sebaik
apa komentar orang lain terhadap apa yang kita lakukan, tapi sebesar apa
manfaat yang bisa dirasakan orang lain terhadap apa yang sudah kita
lakukan. Sudah menjadi hukum alam ketika
ada kelompok yang senang maka ada pula sekelompok yang mencibir. Pekerjaan yang mustahil adalah ketika kita
berupaya menyenangkan hati semua orang.
Itulah
ajaibnya dogeng. Efek yang ditimbulkan
tidak mengenal batasan usia. Dogeng
memberi motivasi dan nasehat dengan cara yang indah. Mendongeng itu seperti main-main. Mendongeng itu kadang cuma dilakukan
disela-sela waktu luang. Tetapi bagi
yang masih punya anak usia SD, jangan pernah menyepelekan kegiatan mendongeng
yang sederhana ini.
Sampai saat
ini, sahabat kecilku itu masih senang mendongeng kala ada kesempatan kami
bertemu. Suatu hari dia bercerita kepada saya, bahwa dulu ketika dia masih
sibuk bekerja di luar, dia hampir tidak punya waktu banyak untuk
mendongeng. Tetapi dia tidak kehabisan
akal. Dia membeli kaset-kaset kosong dan
tape recorder kecil yang bisa dibawa-bawa dan disetel dimana saja.
Suaranya ketika membacakan dongeng direkam di 10 kaset.
Maka baginya, berkarier pun akhirnya tidak menjadi halangan untuk tetap
bisa mendongeng. Lebih lanjut katanya, anaknya
(sekarang usianya hampir 20th) masih
suka memutar kaset itu dan tertawa terbahak-bahak.
Sama seperti
sahabat kecilku itu, dogeng bagi saya juga mempunyai arti penting. Mendogeng adalah sarana untuk peduli. Mendogeng
bisa dipakai utnuk merangkum semua ungkapan cinta, perhatian, masukan
dan juga nasehat-nasehat.
Masa kecil
saya juga penuh dengan dogeng-dogeng. Setiap
kali bapak saya punya kesempatan, belia selalu mendongeng kisah-kisah
pewayangan dalam buku Mahabarata yang sepertinya beliau hafal betul. Lain waktu
beliau juga bercerita tentang kisah silat Kho Ping Ho dengan segala
filosofinya. Kadang-kadang saya diajak duduk untuk menemaninya menonton Film
Silat Cina bersambung dengan segala kisah pertempurannya.
Pada saat
saya masih SD, Momen mendongeng yang paling disenangi bapak saya adalah saat
kami pulang mudik dari Jakarta ke kampung halaman di Magelang dan Salatiga. Perjalanan
selalu dimulai sore hari dan baru tiba subuh keesokan harinya. Sepanjang
perjalanan, sambil menyetir, sebagai anak laki-laki yang paling besar, beliau
meminta saya untuk menemani sambil mendongen kisah pewayangan dengan segala
intriknya. Setiap kali mata saya mulai terpejam karena mengantuk, beliau tau
(mungkin karena melihat dari spion) dan memanggil nama saya untuk bertanya,
sampai dimana tadi ceritanya.. hehee sungguh kenangan yang sangat indah, dan
saya tau manfaatnya setelah saya dewasa kini.
Kalau kita
punya anak perempuan, bagi mereka, dogeng adalah dunia keduanya. Banyak sekali dogeng klasik yang menempatkan
perempuan sebagai tokoh utama. Walaupun
di awalnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan tetapi pada batas waktu
tertentu dia akan bahagia dan menjadi seorang putri.
Cinderela
dengan sepatu kacanya. Walaupun hidup
menjadi upik abu tapi karena bantuan ibu
peri, dia berhasil menemui pangerannya dan hidup berbahagia. Atau Nawang Wulan yang selendang dicuri dan akhirnya terpaksa menikah dengan
manusia. Walau harus hidup di dunia tapi
Damar Wulan tetap menjadi ratu di rumah si Joko Tarub. Hanya karena Joko Tarub tidak lagi menjaga
komitmen yang telah mereka sepakati, maka
mereka harus berpisah. Joko Tarub
menyesali kecerebohannya dan Nawang Wulan kembali menjadi bidadari. Atau Timun Emas, yang dikejar-kejar buto ijo
tapi karena bekal senjata ajaib dari sang ibu, maka dia selamat.
Dalam dogeng
semua yang baik pasti akan menang. Semua
perjuangan pasti akan berhasil. Dan
semangat itulah yang diharapkan menular dan muncul pada diri anak-anak atau
siapa saja yang membacanya. Dogeng
selalu menempatkan keberanian untuk memperjuangkan nasib. Mendobrak ketidak adilan. Keluar dari kesengsaraan. Dan dogeng lah yang mengatakan dengan jelas
bahwa kebaikan selalu mengalahkan kejahatan.
Setiap yang salah akan terhukum oleh perbuatannya sendiri.
Jadi kalau saya banyak menulis, bukan karena hal-hal lain
apapun, namu saya tidak ingin berhenti untuk
mendogeng.
Saya berharap, semoga kita semua jangan pernah bosan
mendengar/ membaca dogeng. Karena hidup
kita pun hanyalah seperti dogeng. Ketika
kita telah sampai pada alam baqa nanti maka lika-liku hidup yang sedang kita
lalui sekarang pun akan menjadi sepenggal dogeng. Jadi tetaplah bersemangat untuk melakukan
yang terbaik, perjuangan terbaik, perlawanan terbaik, penggabdian terbaik. Karena sesungguhnya kamera Allah tidak pernah
lepas merekam semua yang kita lakukan.
Selamat merangkai
dongeng indah malam ini...
No comments:
Post a Comment