Prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada
relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan
bahkan integrasi masyarakat. Dari
peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan
sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan
destruktif yang merugikan.
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang
memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Melalui
proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk
membeda-bedakan. Perbedaan yang secara
sosial dilaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka.
Kerugiannya prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga
(turun-menurun) sehingga tidak heran kalau prasangka ada pada mereka yang
berfikirnya sederhana hingga pada masyarakat yang tergolong cendekiawan,
sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan
dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama,
mengunggat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat
multi-etnik.
Suatu hal yang saling berkaitan, apabila seorang individu
mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang
diprasangkanya. Tetapi dapat pula yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya
seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangka dan
diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan
diskriminatif pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk berespon baik secara positif
maupun negatif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah
laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah
laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak,
dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan
tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya
diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului
pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan
atau pengoperan langsung pola orang lain, atau dioper dari milieu dimana orang menetap.
Gradasi prasangka
menunjukkan adanya distansi
sosial antara ingroup dan outgroup. Dengan kata lain, tingkat prasangka itu
menumbuhkan jarak sosial tertentu diantara anggota kelompok sendiri dengan
anggota-anggota kelompok luar, dengan kata lain adanya diskriminatif antar
kelompok.
Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang
terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah,
dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu
realita.
Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka ini banyak
dimuati emosi-emosi atau unsur efektif
yang kuat. Jika prasangka itu disertai agresivitas
dan rasa permusuhan, semuanya tidak bisa disalurkan secara wajar, biasanya
orang yang bersangkutan lalu mencari obyek “Kambing Hitam”, yaitu suatu
obyek untuk melampiaskan segenap frustasi, dan rasa-rasa negatif. Kambing Hitam
itu biasanya berwujud individu atau kelompok sosial yang lemah, golongan
minoritas, anggota kelompok luar, ras lain atau suatu bangsa tertentu. Dengan
kata lain mencoba untuk mendiskriminasikan pihak-pihak lain, yang belum tentu pihak-pihak tersebut
bersalah. Pada lazimnya prasangka sedemikian dibarengi dengan rasionalisasi,
yaitu membuat rasional segala prasangka dan pikiran yang negatif, diproyeksikan
kepada si “kambing Hitam”. Pada akhirnya dibarengi justivikasi diri, yaitu
pembenaran diri terhadap semua tingkah laku sendiri.
Prasangka sebagai suatu
sikap tidaklah merupakan wawasan dasar dari individu melainkan merupakan hasil
proses interaksi antar individu atau golongan. Atau lebih tepat kalau prasangka itu merupakan hasil proses belajar dan
pengenalan individu dalam perkembangannya. Pada prinsipnya seseorang akan
bersikap tertentu terhadap orang lain atau terhadap suatu kelompok apabila ia
telah memiliki pengetahuan itu tidak dapat kita pastikan apakah bersifat
positif atau negetif. Pengetahuan itu akan membuat seseorang atau satu
kelompok berpersepsi, berfikir dan
merasa terhadap obyek tertentu. Dari sinilah lahirnya suatu sikap dalam bentuk
tingkah laku yang cenderung negatif.
Dengan demikian
prasangka dapat dikatakan seperti yang dikemukakan oleh Newcomb sebagai sikap yang
tak baik dan sebagai suatu predisposisi untuk berfikir, merasa dan bertindak
dengan cara yang menentang atau menjauhi dan bukan menyokong atau mendekati
orang-orang lain, terutama sebagai anggota kelompok. Pengertian Newcomb
tersebut timbul dari gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat. Pengalaman
seseorang yang bersifat sepintas, yang bersifat performance semata akan cepat
sekali nemimbulkan sikap negatif terhadap satu kelompok atau terhadap
seseorang. Melihat penampilan orang-orang Negro maka sering menimbulkan kesan
keras, sadis tidak bermoral dan sejenisnya. Pandangan yang demikian akan
menimbulkan kesan segan bergaul dengan mereka dan selalu memandangnya dengan
sikap negatif
Perbedaan Prasangka dan diskriminasi
Tidak sedikit
orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih
sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya kepribadian dan intelegensia, juga faktor
lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Namun demikian belum
jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah
berprasangka. Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelegensi
tinggi, lebih sukar untuk bersifat berprasangka. Mengapa? Karena orang-orang
ini bersifat dan bersikap kritis. Tetapi fakta-fakta dalam kehidupan
sehari-hari menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam jajaran kaum
Cendikiawan, bahkan juga para pemimpin dan negarawan juga bisa berprasangka.
Bukankah lahirnya senjata-senjata antar benua (Inter Continental Balistic Missile ICBM) adalah suatu prasangka
yang berlebihan dari para pemimpin,
negarawan negara-negara adikuasa (super
power). Bukankah pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika Serikat
di daratan eropa barat adalah suatu manivestasi dari prasangka amerika serikat
terhadap rivalnya yaitu Uni Soviet?
Kondisi lingkungan/
wilayah yang tidak mapan pun cukup beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka
suatu individu atau kelompok sosial tertentu. Dalam kondisi persaingan untuk
mencapai akumulasi material tertentu, atau untuk meraih status sosial bagi
suatu individu atau kelompok sosial tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah
dimana norma-norma dan tata hukum dalam kondisi goyah, dapat merangsang
munculnya prasangka dan diskriminasi. Antara prasangka dan diskriminasi dapat
dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi
menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka
dan diskriminasi seolah-olah menyatu tidak dapat dipisahkan. Seorang yang
mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang
diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif
tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya,
seseorang yang berprasangka dapat saja berprilaku tidak diskriminatif. Di
Indonesia kelompok keturunan Cina sebagai kelompok minoritas sering terjadi
sasaran prasangka rasial, walaupun secara yuridis telah menjadi warga Negara
Indonesia dan dalam UUD 1945 Bab X pasal 27 dinyatakan bahwa semua warga negara
mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang
diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar, sikap
berprasangka itu muncul dari pikiran
sepintas kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat seluruh
anggota kelompok sosial tertentu. Apabila muncul prasangka dan deskriminatif
terhadap kelompok sosial lain akan menimbulkan pertentangan sosial yang lebih
luas. Contoh peristiwa yang menyangkut beberapa orang meluas melibatkan
sejumlah orang.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
Berlatar belakang sejarah:
Orang-orang kulit putih
di Amerika serikat bersikap negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar
belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang kulit putih sebagai tuan dan
orang Negro berstatus sebagai budak
Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan
situasional.
Prasangka muncul dan
berkembang dari suatu individu terhadap individu lain,/terhadap kelompok sosial
tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi pemutusan hubungan
kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya
Bersumber dari faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari
beberapa orang/kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk
menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih
dominan disebabkan tife kepribadian orang-orang tertentu. Tipe autoritarian personality
adalah ciri kepribadian seseorang yang penuh prasangka dengan ciri bersifat konservatif dan bersifat
tertutup.
Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan.
Kepercayaan dan agama
bisa ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik ekonomi dan ideologi.
Prasangka yang berakar dari hal-hal diatas dikatakan sebagai suatu prasangka
yang bersifat universal. Beberapa diantaranya : Konflik Irlandia Utara-Irlandia
selatan ; Yunani-Turki di Cyprus dan perang Irak-Iran. Perang Vietnam
pendudukan di afganistan oleh unisoviet konflik dilingkungan Amerika Tengah
bermotif ideologi politik.
Usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan
driskriminasi
1) Perbaikan kondisi Sosial Ekonomi
Pemerataan pembangunan
dan usaha peningkatan pendapatan warga negara Indonesia masih tergolong dibawah
garis kemiskinan, akan mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan
simiskin. Melalui pelaksanaan program pembangunan didukung oleh lembaga ekonomi
pedesaan seperti BUUD dan KUD. Juga melalui kredit Candakulak (KCK) kredit
modal kerja permanen (KMKP) dan sektor pertanian dengan program : Intensifikasi
khusus, perkebunan inti rakyat, proyek tebu rakyat
2)
Perluasan kesempatan
belajar
Untuk mencapai jenjang
pendidikan tertentu dalam perguruan tinggi memang mahal, untuk mencapai
pendidikan tersebut harus memiliki otak juga modal. Jika dapat mencapaiu
prestasi tinggi dan dapat dipertahankan beasiswa aneka ragam dapat diraih dan
kantong pun tidak kering kerontang.
Dengan memberi
kesempatan mencapai tingkat pendidikan dasar-perguruan tinggi bagi warga
Indonesia tanpa kecuali prasangka dan perasaan tidak adil pada sektor
pendidikan cepat atau lambat akan hilang.
3) Sikap Terbuka dan Sikap Lapang
Berbagai ideologi secara
historis pernah mendapt tempat dan berkiprah di Republik ini, bukan mustahil
akan memanfaatkan kemajemukan kulktur, satatus dan kelas masyarakat bukan
mustahil kalau mereka memanfaatkan situasi berprasangka, resah dan kemelut.
Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan perssatuan dan
kemerdekaan, telah menumbuhkan sikap kesepakatan solidaritas dan loyalitas yang
tinggi. Dengan berbagai sikap unggulk itu diharapkan akan berkelanjutkan dengan
sikap salin g percaya, saling menghargai, menghormati dan menjauhkan diri dari
sikap berprasangka.
No comments:
Post a Comment