Mengapa
terjadi kemerosotan hubungan Polisi dan Masyarakat: Menurut saya alasan merosotnya hubungan polisi dengan
masyarakat tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama, Munculnya gerakan reformasi yang menekankan
prinsip-prinsip bahwa kewenangan polisi harus didasarkan pada hukum, penegakan
hukum adalah tugas utama kepolisian, dan akhirnya memunculkan asumsi tanggung
jawab warga terhadap Kamtibmas yang ada selama ini telah beralih menjadi tanggung jawab
pemerintah/ polisi.
Kedua, gerakan menuju profesionalisasi telah menyebabkan
semakin terisolasinya polisi dari masyarakat yang dilayaninya, walaupun keadaan
ini belum dirasakan menghambat kegiatan tugas-tugas kepolisian. Pada era ini
idiologi yang mengemuka adalah bahwa polisi sebagai professional merupakan orang yang paling
mengetahui tentang Kamtibmas dan bahwa masyarakat tidak harus terlibat aktif
dalam kegiatan polisi kecuali sekedar memberi informasi tentang kejahatan.
Ketiga, Kebijakan tentang
penugasan anggota polisi yang sering dipindah tugas dari satu penugasan
ke penugasan lainnya. Kebijakan ini selain dimaksudkan untuk ”tour of duty”;
pembinaan karier juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Korupsi/KKN. Hal
ini berakibat banyaknya polisi kurang mengenal warga dan lingkungan tempat
tugasnya.
Keempat, kebijakan manajemen sentralistik yang bertujuan
agar anggota mengikuti prosedur standar operasi yang ditetapkan oleh pusat.
Kebijakan ini dimaksud untuk mendorong profesionalisme dan agar polisi tidak
memihak/netral dalam pelaksanaan tugas. Kebijakan sentralistik ini telah
berakibat praktek birokrasi dan depersonalisasi dalam pemolisian.
Kelima, peningkatan penggunaan mobil patroli telah
mengurangi kegiatan patroli jalan kaki secara signifikan. Selama ini patroli
jalan kaki sangat efisien karena kedekatannya dengan warga, berbeda dengan
patroli bermobil yang kurang mudah didekati karena kecepatannya. Polisi semakin
jauh dan tidak mengenal dengan baik
warga yang harus dilayaninya.
Keenam, kemajuan teknologi kepolisian terutama dibidang
telekomunikasi, informasi teknologi, computer dan lain-lain semakin menjauhkan
polisi dari masyarakat.
BEAT PROFILING
Strategi
pemolisian tradisional yang selama ini dijalankan adalah pertama, patroli
pencegahan (preventive patrol).
Kedua, reaksi cepat ke TKP (rapid
response), dan ketiga, penyidikan tindak pidana (follow-up investigation) dinilai sebagai strategi pemolisian
tradisional yang tidak efektif telah
menyebabkan angka kriminalitas yang
semakin meningkat dan tantangan tugas
kepolisian yang semakin besar.
Indikatornya:
Pertama,
masyarakat perkotaan mengalami berbagai masalah seperti Narkoba, perjudian,
ancaman premanisme, kejahatan jalanan, dan tingkat kejahatan kekerasan yang
cukup tinggi. Hal yang sama juga mulai dirasakan masyarakat yang tinggal di
pinggiran kota maupun pedesaan.
Kedua,
perubahan masyarakat yang terjadi pada struktur masyarakat, ikatan keluarga
tradisional yang sebelumnya kuat mulai melemah. Peranan sekolah dan pendidikan
agama dalam membina warga juga semakin melemah.
Masyarakat terutama di perkotaan berkembang menjadi semakin majemuk
dengan nilai-nilai dan budaya yang
semakin berbeda. Kesenjangan sosial dan ekonomi dikalangan warga semakin lebar
dan mengkhawatirkan.
Ketiga, dalam situasi seperti ini, gangguan
kriminalitas dan ketidak tertiban semakin menonjol, yang diikuti dengan
kemerosotan lingkungan hidup warga telah
menyebabkan meningkatnya rasa tidak aman dikalangan masyarakat. Dilain pihak
strategi pemolisian tradisional yang dijalankan ternyata tidak mampu mengatasi
berbagai masalah tersebut.
Kesimpulan
dari situasi ini adalah bahwa perpolisian tradisional yang dijalankan selama
ini telah kurang optimal dalam menjamin Kamtibmas yang didambakan warga
sehingga perlu strategi baru dalam
pemolisian.
Sebagai upaya untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut diatas maka kita semua perlu memahami kembali Konsep Problem-oriented Policing (Pemolisian berorientasi
masalah) diperkenalkan oleh Prof Herman Goldstein pada 1979, konsep ini pada
dasarnya melihat kejahatan sebagai puncak gunung es yang dibawahnya terdapat
masalah dan akar masalah.
Selama ini polisi cenderung
menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi. Konsep ini menyarankan agar
dilakukan analisa atas kejahatan-kejahatan yang terjadi agar dapat
mengungkapkan akar masalah penyebab kejahatan. Menanggulangi akar masalah akan
dapat menghilangkan sekaligus berbagai kasus kejahatan yang terjadi berulang-ulang.
Metode ini merubah cara penanganan
kejahatan yang semula reaktif menangani kasus menjadi proaktif dengan menangani
akar masalah kasus-kasus tersebut.
Metode pemecahan masalah yang populer digunakan antara lain menggunakan
model SARA (Scanning, Analysis, Response, dan Assess ) dan Segitiga Kejahatan (
Cirme triangle ) yaitu analisa terhadap korban, lokasi, dan pelaku. Ketrampilan
baru sebagai Crime Analyst menjadi penting dalam organisasi kepolisian.
Dalam
hal ini saya ijin memperkenalkan konsep “beat profiling”, para anggota yang
bertugas disuatu lingkungan bersama warga mulai mempelajari topografi,
demografi, dan sejarah situasi kamtibmas wilayah tugasnya. Anggota diberikan
kebebasan menetapkan patroli sesuai kondisi daerah masing-masing dan harapan
warga. Bahwa sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi
warga. Polisi harus kembali bermitra/ bekerja sama dengan warga dan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah bersama warga, bila ingin berhasil dalam
memelihara Kamtibmas.
Selamat mas krishna...gimana kabarnya?
ReplyDeleteSemoga jadi Kapolri mas..salut untuk anda