Ada yang ingat kotbah Jumat kemarin? Ada yang ingat Kotbah Minggu yang lalu?
Otak manusia itu seperti gentong. Air digentong itu tidak akan berguna
kalau tidak dialirkan, dengan dialirkan maka dia bisa menghidupi, dan
kemudian diisi air kehidupan yang baru. Diisi air yang lebih bersih. Air
digentong kalau tidak dialirkan akan menjadi kotor, berlumut dan bau.
Kalau kata orang jawa ada uget-ugetnya dan tidak bisa dipakai. Kadang
kita diminta orang tua untuk membersihkan gentong tersebut.
Bagaimana cara membersihkan otak kita? Gunakan isi pikiran kita untuk
beramal. Bagikan kepada seluruh umat. Kalau bisa dengan perbuatan,
gunakan dengan perbuatan yang baik. Kalau bisa dengan perkataan, gunakan
perkataan yang baik. Kalau bisa dengan tulisan, gunakan tulisan yang
baik. Berbagi ilmu adalah amal. Menyimpan ilmu untuk diri sendiri tidak
akan bermanfaat. Suatu hari, ilmu bermanfaat akan menjadi ladang amal
kita meskipun kita telah mati.
Setiap selesai shalat Jumat saya selalu merenung dan mencatat sedikit di catatan
harian saya. Jumat kemarin sang Khatib di Masjid Markas Besar PBB
menceritakan kisah tentang menghadapi kematian. Bagaimana kita semua
akan mati dan betapa sakitnya mati itu ketika nyawa dicabut dari badan
kita. Saya sudah mendengar dan membaca tentang kisah ini namun saya selalu ngeri dan takut setiap mendengar kisah tentang kematian. Sebagaimana
kisah Nabi Besar Muhammad SAW menceritakan tentang kisah kematian kepada
sahabat. Dan bahkan Malaikat pencabut nyawapun mengatakan bahwa Kematian
Nabi adalah kematian yang paling lembut sebagaimana mencabut rambut ditepung yang halus, namun tetap saja rasanya sangat
menyakitkan.
Satu lagi catatan jumat saya mengingatkan tentang keajaiban. Banyak
manusia berharap keajaiban, tapi apakah benar keajaiban itu ada? Namun
yang menarik bukan masalah ada dan tidak ada. Sang Khatib bercerita
tentang kisah Siti Maryam ibunda Isa Almasih yang mendapatkan keajaiban
dengan kekuatannya yang lemah dia bisa menggoyangkan pohon Palem dengan
seijin Allah SWT. Namun kata Khatib, intinya bahwa keajaiban pun
membutuhkan langkah pertama seperti kisah Siti Maryam, butuh tangan
kita, butuh tindakan kita untuk memunculkan keajaiban.
Kalau keajaiban saja membutuhkan langkah pertama, apalagi sebuah usaha
dalam diri kita. Seumur hidup belum tentu kita menemukan keajaiban. Dan
Umat Islam dilarang untuk percaya akan keajaiban. Hidup ini adalah usaha
manusia, dan biarkan nasib ditentukan oleh Allah SWT. Ketika seseorang
bercerita kepada saya tentang mimpi-mimpi besarnya, saya selalu
bertanya, apa langkah pertama untuk mewujudkan mimpimu? Dia mengatakan
dia akan melakukan ini dan itu untuk mewujudkan itu, namun dia tidak
pernah memulai langkah itu. Saya katakan kepada dia, kalau kamu
mempunyai mimpi besar, langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah
"bangun dari tidurmu". Bagaimana kamu mau mewujudkan mimpimu, kalau kamu
masih tenggelam dalam tidurmu? Mimpi hanya ada di tidur, dan hidup
adalah kenyataan.
Siapa yang masih ingat kotbah Jumat yang lalu?
Saya yakin banyak dari kita yang tercenung ketika sang khatib berkotbah
di mimbar saat itu. Namun, sesaat kemudian kita lupa dan kembali
disibukkan dengan urusan lain yang datang mendera detik demi detik.
Mencatat, mengingat dan menuliskan kembali adalah kegiatan yang dianggap
sepele oleh sebagian besar dari kita. Namun kita lupa bahwa kita bisa
mengetahui ilmu karena catatan orang lain selama ini. Mengapa banyak
diantara kita tidak tertarik untuk menulis? Sebagian mengatakan bahwa
saya orang lapangan, saya bukan pemikir, saya bukan penulis, saya orang
yang langsung bertindak dan sebagainya..
Kita lupa, bahwa semua kehidupan kita adalah catatan sebagaimana telah
digariskan dalam Lauh Makhfudz.. Sebuah kitab besar yang sudah diciptkan
oleh Allah SWT jauh sebelum penciptaan alam semesta raya ini ada. Ini artinya bahwa Allah-pun mempunyai catatan, yang
bahkan malaikatpun tidak tahu apa isi kitab itu. Dan bahkan daun
gugurpun Allah sudah menggariskan ceritanya. Selain itu, jangan lupa bahwa malaikatpun juga mencatat perbuatan baik dan buruk kita setiap hari. Karena itu, saya ingin
sekali dari seluruh pembaca tulisan ini, untuk menggairahkan diri dan
lingkungannya dengan berbagi. Berbagi dalam catatan apapun. Catatan
kecil atau besar, pasti suatu saat ada gunanya. Kalaupun tidak berguna
bagi orang lain, setidaknya berguna bagi diri sendiri.
Dari banyak senior yang saya kagumi ada satu senior yang begitu berkesan
dalam membagikan ilmunya kepada saya. Saya pernah diperintahkan membuat
sebuah naskah Kapolri untuk bahan Rapat Dengar Pendapat dengan DPR.
Saya menyiapkan naskah itu dengan segala keterbatasan saya. Saya
mengirimkan kepada beliau. Saya yakin draft naskah saya sangat jauh dari
sempurna. Namun apa yang terjadi dengan senior saya itu? Dia memanggil
saya ke kediaman Kapolri saat itu, dan diruangan itu saya menyaksikan
sendiri bagaimana beliau memperbaiki naskahh itu satu demi satu menjadi
sebuah naskah yang sangat berisi dan layak disajikan dihadapan anggota
DPR.
Lain cerita adalah ketika saya masih berumur 26 tahun di penugasan di
Misi Perdamaian PBB. Saya berkantor seruangan dengan senior yang lain.
Pangkat saya masih Letnan Satu saat itu, dan beliau sudah berpangkat
Mayor Polisi. Setiap hari beliau menulis sesuatu untuk konsumsi pribadi.
Saya kadang diminta membaca. Saya sangat terkesan dengan tulisan itu.
Sangat inspiratif dan penuh makna. Saya ingin seperti beliau menuangkan
segala pikiran dalam tulisan. Saya dibujuk oleh beliau untuk mulai
menulis. Katanya "Suatu hari kamu akan tertawa membaca tulisan kamu hari
ini, tapi itulah proses kehidupan bahwa kamu telah memulai sesuatu
dengan langkah pertama".
Kedua kisah inspiratif diatas, hanya ingin saya ceritakan dengan maksud
untuk memberikan pemahaman,, bahwa dengan mengalirkan isi kepala, maka
kita akan selalu berfikir. Dengan berfikir maka kita akan selalu
belajar. Dengan selalu belajar maka kita akan selalu memperbaiki diri.
Karena apapun pekerjaan yang kita lakukan tidak akan bermakna apabila
tidak dilandasi ilmu pengetahuan. Bahkan ibadah tanpa ilmu pun tidak ada
artinya.
Syaikh Abdurrahman bin Qasim An Najdi rahimahullah mengatakan, “Amal
adalah buah dari ilmu. Ilmu itu dicari demi mencapai sesuatu yang lain.
Fungsi ilmu ibarat sebatang pohon, sedangkan amalan seperti buahnya.
Maka setelah mengetahui suatu ilmu seseorang harus menyertainya dengan
amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya
lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh.
Namun,dalam mengamalkan ilmu itu tidaklah semudah seperti apa yang
dibayangkan. Tidak hanya sekedar berbagi dan menjalankan apa yang kita
dapat dari ilmu yg kita miliki. Tapi marilah kita mengamalkan ilmu kita dengan cinta dan
keiklasan hati. Karena sehebat apapun ilmu yg kita miliki, tidak akan
pernah sampai ke hati jika kita tidak menggunakan hati kita dalam
pengamalannya.. Dan jadikanlah keimanan sebagai pedomannya, sehingga kita
tidak terjebak dari hal-hal yg bisa membutakan mata hati kita..
Selamat mencatat dan selamat berbagi ilmu...
Mhn ijin Bg...mmg betul..sy sendiri pun jarang menuangkan apa yg sy lihat dan dengar di lapangan menjadi sebuah tulisan... Terimakasih Bg... Mulai hari ini sy coba utk belajar menulis Bg.. Terimakasih atas inspirasinya Bg...
ReplyDeleteMenulis... Buat saya satu hal yang bisa mengungkapkan perasaan.. Apa yang sedang saya rasakan,emosi,sedih,bahagia,kecewa baik di pekerjaa,maupun di kehidupan Saya.
ReplyDeletesaya masih harus banyak belajar untu bisa menulis dengan baik..
Saya suka tulisan bapak.. Bahasa nya bisa saya trima dengan baik..
Trimakasih sudah berbagi dengan tulisan bapak..
Regards
Mohon ijin Copas and Share komandan,.
ReplyDeleteTerima kasih Pak atas artikel ini. Sebuah renungan yang indah. Saya juga suka menulis tentang kejahatan dunia maya di Kompasiana.
ReplyDeleteJadi tambah semangat untuk.menulis lagi..makasih Pak sharing dan renungannya.slmt bertugas
ReplyDeleteTerima kasih atas tulisan yang bagus dan sangat spiritula
ReplyDelete