Saturday, December 29, 2012

Gentong Air Gentong Ilmu

 

Ada yang ingat kotbah Jumat kemarin? Ada yang ingat Kotbah Minggu yang lalu?

Otak manusia itu seperti gentong. Air digentong itu tidak akan berguna kalau tidak dialirkan, dengan dialirkan maka dia bisa menghidupi, dan kemudian diisi air kehidupan yang baru. Diisi air yang lebih bersih. Air digentong kalau tidak dialirkan akan menjadi kotor, berlumut dan bau. Kalau kata orang jawa ada uget-ugetnya dan tidak bisa dipakai. Kadang kita diminta orang tua untuk membersihkan gentong tersebut. 

Bagaimana cara membersihkan otak kita? Gunakan isi pikiran kita untuk beramal. Bagikan kepada seluruh umat. Kalau bisa dengan perbuatan, gunakan dengan perbuatan yang baik. Kalau bisa dengan perkataan, gunakan perkataan yang baik. Kalau bisa dengan tulisan, gunakan tulisan yang baik. Berbagi ilmu adalah amal. Menyimpan ilmu untuk diri sendiri tidak akan bermanfaat. Suatu hari, ilmu bermanfaat akan menjadi ladang amal kita meskipun kita telah mati. 

Setiap selesai shalat Jumat saya selalu merenung dan mencatat sedikit di catatan harian saya. Jumat kemarin sang Khatib di Masjid Markas Besar PBB menceritakan kisah tentang menghadapi kematian. Bagaimana kita semua akan mati dan betapa sakitnya mati itu ketika nyawa dicabut dari badan kita. Saya sudah mendengar dan membaca tentang kisah ini namun saya selalu ngeri dan takut setiap mendengar kisah tentang kematian. Sebagaimana kisah Nabi Besar Muhammad SAW menceritakan tentang kisah kematian kepada sahabat. Dan bahkan Malaikat pencabut nyawapun mengatakan bahwa Kematian Nabi adalah kematian yang paling lembut sebagaimana mencabut rambut ditepung yang halus, namun tetap saja rasanya sangat menyakitkan. 

Satu lagi catatan jumat saya mengingatkan tentang keajaiban. Banyak manusia berharap keajaiban, tapi apakah benar keajaiban itu ada? Namun yang menarik bukan masalah ada dan tidak ada. Sang Khatib bercerita tentang kisah Siti Maryam ibunda Isa Almasih yang mendapatkan keajaiban dengan kekuatannya yang lemah dia bisa menggoyangkan pohon Palem dengan seijin Allah SWT. Namun kata Khatib, intinya bahwa keajaiban pun membutuhkan langkah pertama seperti kisah Siti Maryam, butuh tangan kita, butuh tindakan kita untuk memunculkan keajaiban. 

Kalau keajaiban saja membutuhkan langkah pertama, apalagi sebuah usaha dalam diri kita. Seumur hidup belum tentu kita menemukan keajaiban. Dan Umat Islam dilarang untuk percaya akan keajaiban. Hidup ini adalah usaha manusia, dan biarkan nasib ditentukan oleh Allah SWT. Ketika seseorang bercerita kepada saya tentang mimpi-mimpi besarnya, saya selalu bertanya, apa langkah pertama untuk mewujudkan mimpimu? Dia mengatakan dia akan melakukan ini dan itu untuk mewujudkan itu, namun dia tidak pernah memulai langkah itu. Saya katakan kepada dia, kalau kamu mempunyai mimpi besar, langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah "bangun dari tidurmu". Bagaimana kamu mau mewujudkan mimpimu, kalau kamu masih tenggelam dalam tidurmu? Mimpi hanya ada di tidur, dan hidup adalah kenyataan. 

Siapa yang masih ingat kotbah Jumat yang lalu? 

Saya yakin banyak dari kita yang tercenung ketika sang khatib berkotbah di mimbar saat itu. Namun, sesaat kemudian kita lupa dan kembali disibukkan dengan urusan lain yang datang mendera detik demi detik. Mencatat, mengingat dan menuliskan kembali adalah kegiatan yang dianggap sepele oleh sebagian besar dari kita. Namun kita lupa bahwa kita bisa mengetahui ilmu karena catatan orang lain selama ini. Mengapa banyak diantara kita tidak tertarik untuk menulis? Sebagian mengatakan bahwa saya orang lapangan, saya bukan pemikir, saya bukan penulis, saya orang yang langsung bertindak dan sebagainya.. 

Kita lupa, bahwa semua kehidupan kita adalah catatan sebagaimana telah digariskan dalam Lauh Makhfudz.. Sebuah kitab besar yang sudah diciptkan oleh Allah SWT jauh sebelum penciptaan alam semesta raya ini ada. Ini artinya bahwa Allah-pun mempunyai catatan, yang bahkan malaikatpun tidak tahu apa isi kitab itu. Dan bahkan daun gugurpun Allah sudah menggariskan ceritanya. Selain itu, jangan lupa bahwa malaikatpun juga mencatat perbuatan baik dan buruk kita setiap hari. Karena itu, saya ingin sekali dari seluruh pembaca tulisan ini, untuk menggairahkan diri dan lingkungannya dengan berbagi. Berbagi dalam catatan apapun. Catatan kecil atau besar, pasti suatu saat ada gunanya. Kalaupun tidak berguna bagi orang lain, setidaknya berguna bagi diri sendiri. 

Dari banyak senior yang saya kagumi ada satu senior yang begitu berkesan dalam membagikan ilmunya kepada saya. Saya pernah diperintahkan membuat sebuah naskah Kapolri untuk bahan Rapat Dengar Pendapat dengan DPR. Saya menyiapkan naskah itu dengan segala keterbatasan saya. Saya mengirimkan kepada beliau. Saya yakin draft naskah saya sangat jauh dari sempurna. Namun apa yang terjadi dengan senior saya itu? Dia memanggil saya ke kediaman Kapolri saat itu, dan diruangan itu saya menyaksikan sendiri bagaimana beliau memperbaiki naskahh itu satu demi satu menjadi sebuah naskah yang sangat berisi dan layak disajikan dihadapan anggota DPR. 

Lain cerita adalah ketika saya masih berumur 26 tahun di penugasan di Misi Perdamaian PBB. Saya berkantor seruangan dengan senior yang lain. Pangkat saya masih Letnan Satu saat itu, dan beliau sudah berpangkat Mayor Polisi. Setiap hari beliau menulis sesuatu untuk konsumsi pribadi. Saya kadang diminta membaca. Saya sangat terkesan dengan tulisan itu. Sangat inspiratif dan penuh makna. Saya ingin seperti beliau menuangkan segala pikiran dalam tulisan. Saya dibujuk oleh beliau untuk mulai menulis. Katanya "Suatu hari kamu akan tertawa membaca tulisan kamu hari ini, tapi itulah proses kehidupan bahwa kamu telah memulai sesuatu dengan langkah pertama". 

Kedua kisah inspiratif diatas, hanya ingin saya ceritakan dengan maksud untuk memberikan pemahaman,, bahwa dengan mengalirkan isi kepala, maka kita akan selalu berfikir. Dengan berfikir maka kita akan selalu belajar. Dengan selalu belajar maka kita akan selalu memperbaiki diri. Karena apapun pekerjaan yang kita lakukan tidak akan bermakna apabila tidak dilandasi ilmu pengetahuan. Bahkan ibadah tanpa ilmu pun tidak ada artinya.



Syaikh Abdurrahman bin Qasim An Najdi rahimahullah mengatakan, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu itu dicari demi mencapai sesuatu yang lain. Fungsi ilmu ibarat sebatang pohon, sedangkan amalan seperti buahnya. Maka setelah mengetahui suatu ilmu seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh.
 

Namun,dalam mengamalkan ilmu itu tidaklah semudah seperti apa yang dibayangkan. Tidak hanya sekedar berbagi dan menjalankan apa yang kita dapat dari ilmu yg kita miliki. Tapi marilah kita mengamalkan ilmu kita dengan cinta dan keiklasan hati. Karena sehebat apapun ilmu yg kita miliki, tidak akan pernah sampai ke hati jika kita tidak menggunakan hati kita dalam pengamalannya.. Dan jadikanlah keimanan sebagai pedomannya, sehingga kita tidak terjebak dari hal-hal yg bisa membutakan mata hati kita.. 


Selamat mencatat dan selamat berbagi ilmu...

6 comments:

  1. Bayu Suseno SH SIK MM MHDecember 30, 2012 at 7:12 AM

    Mhn ijin Bg...mmg betul..sy sendiri pun jarang menuangkan apa yg sy lihat dan dengar di lapangan menjadi sebuah tulisan... Terimakasih Bg... Mulai hari ini sy coba utk belajar menulis Bg.. Terimakasih atas inspirasinya Bg...

    ReplyDelete
  2. Menulis... Buat saya satu hal yang bisa mengungkapkan perasaan.. Apa yang sedang saya rasakan,emosi,sedih,bahagia,kecewa baik di pekerjaa,maupun di kehidupan Saya.
    saya masih harus banyak belajar untu bisa menulis dengan baik..
    Saya suka tulisan bapak.. Bahasa nya bisa saya trima dengan baik..
    Trimakasih sudah berbagi dengan tulisan bapak..

    Regards

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Pak atas artikel ini. Sebuah renungan yang indah. Saya juga suka menulis tentang kejahatan dunia maya di Kompasiana.

    ReplyDelete
  4. Jadi tambah semangat untuk.menulis lagi..makasih Pak sharing dan renungannya.slmt bertugas

    ReplyDelete
  5. Terima kasih atas tulisan yang bagus dan sangat spiritula

    ReplyDelete