Saturday, January 5, 2013

ILMU SEBELUM PERBUATAN


Tulisan saya ini dimulai dengan sebuah kisah yang sangat terkenal bagi umat Islam dalam sebuah hadits. Kisah ini tentang seorang laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat dan dia bertanya siapakah di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli ibadah, apakah ada taubat untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah sangat besar sehingga dia mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si pembunuh 99 nyawa. Maka dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang telah dibunuh oleh laki-laki dari Bani Israil tersebut.

Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya siapakah orang yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia bertanya kepada ulama tersebut, “Apakah masih ada pintu taubat untukku.” Maka ulama tersebut mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada satupun yang menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut menunjukkan kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya merupakan orang shalih, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal sekarang adalah kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar meninggalkan kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang dituju, dia sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini merupakan kisah yang sangat masyhur.

Berangkat dari kisah tersebut, ijinkan saya mengajak diri saya pribadi dan seluruh rekan2 untuk selalu mengawali setiap keyakinan dan amalan perbuatan kita dengan ilmu agar niat tulus kita bekerja di Polri ini tidak terjerumus dalam pekerjaan yang tidak ada tuntunannya. Bahkan dalam agama Islam-pun kita selalu diingatkan agar tidak melakukan ibadah yang tidak ada tuntunan (alias bid’ah).

Ingatlah bahwa suatu perbuatan apapun yang dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan. Bayangkanlah kalau sebagai polisi, kita tidak pernah belajar tentang Teori Hukum. Bayangkanlah kalau kita sebagai anggota Intelijen tidak memahami bagaimana cara melakukan penyelidikan, menggali informasi, memahami intel dasar, memahami cara menganalisa sebuah informasi dan bagaimana menyajikan informasi tersebut kepada pimpinan? Bayangkanlah kalau kita sebagai anggota Reskrim tidak memahami KUHAP, tidak Memahami Perkap Masalah Penyidikan tidak memahami Aturan PerUndang-Undangan yang mengatur tentang regulasi-regulasi terbaru? Dari mana kita mendapatkan informasi tersebut? Tentunya itu semua didapat dari bahan bacaan yang dituliskan oleh seseorang.

Dalam postingan terdahulu, saya pernah menuliskan bahwa bahkan Allah pun telah mecatatkan keputusannya kedalam kitab Lauh Makhfudz sebelum Dia menciptkan Alam ini. Dan Bahkan Kitab-kitab Suci pun dicatatakan untuk dapat dibaca oleh para manusia hingga akhir jaman. Dan bahkan kisah kehidupan, perbuatan Nabi Besar Muhammad SAW pun dituliskan dalam riwayat Hadits agar bisa dibaca oleh umatnya dikemudian hari.

Jadi; siapa yang percaya bahwa kita tidak perlu saling berbagi ilmu dalam milis profesi kepolisian yang terhormat ini? Ijinkan dalam kesempatan baik ini mengutip beberapa ucapan para Ulama besar sebagaimana dibawah ini; 

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15). Dari ungkapan tersebut, maka kita bisa menarik benang merah bahwa sebagai anggota Polri juga sebaiknya kita lebih memusatkan perhatiannya untuk berilmu polisi terlebih dahulu sebelum melaksanakan tindakan apapun.
Tidakkah kita tahu bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia (QS Al Mujadalah: 11). Pahamkah kita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Berbagi ilmu apapun adalah baik, agar ilmu yang kita serap dan sebarkan bisa berfaedah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita. Karena itu dalam berbai ilmu disini kita haru bisa setidaknya mempedomani beberapa hal, antara lain
1. Ikhlas karena Allah SubhanahuWa Ta’ala
2. Untuk menghilangkan ketidak tahuan dari diri kita dan orang lain (Semua manusia pada mulanya adalah tidak tahu. Kita berniat untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengamalkan kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita)
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at;
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat; Saya memahami perbedaan pendapat yang ada dalam milis ini. Karena itu ketikaada perbedaan pendapat, hendaknya kita (termasuk saya) menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad (menggali suatu kebenaran), bukan persoalaan aqidah (keyakinan kepercayaan), karena persoalan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf . Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan; Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka; Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
7. Mencari kebenaran dan sabar; Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang anggota Polri adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan selama ini. Mencari kebenaran dari berbagi informasi yang sampai kepada kita yang menjadi sumber pengetahuan kita. Ketika sampai kepada kita sebuah informasi tentang cara dan teknis menghadapi konflik misalnya, kita harus mempelajari betul, apakah cara itu baik disana juga baik ditempat kita? Apakah kita perlu mengadaptasinya dengan lokalitas permasalahan ditempat kita? Apakah kita perlu bertanya lagi dengan orang yang terlebih dahulu paham masalah ini? Dsb. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah dan bahkan merasa paling benar sendiri. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu ilmu Kepolisian secara setengah-setengah, maka hasilnya adalah kegagalan. 

No comments:

Post a Comment