1. Harus Terprogram dan Sitematis
Pelaksanaan konsep COMMUNITY
POLICING tidak dapat dibebankan kepada personel polisi secara perorangan, namun
harus merupakan suatu kegiatan yang terprogram dan sistematis. Untuk
kepentingan tersebut maka kebijakan ini harus diangkat ke tingkat Mabes
Kepolisian, bahkan kalau perlu dibawa ke tingkat yang lebih atas karena ada
konsekuensi anggaran didalamnya. Kepolisian dalam menetukan anggarannya tetap
harus mendapat persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan.
Political Will pemerintah dapat
mendorong terwujudnya Community Policing dengan lebih baik karena polisi akan
mendapat dukungan dari pemerintah dan aparatnya sampai tingkat yang terbawah.
Kegiatan yang dilakukan dalam Community Policing ini tidak boleh
sembarangan, namun disusun dalam bentuk program dan angaran yang berlaku untuk
satu tahun. Kebutuhan ini disusun sendiri oleh petugas Community Policing dengan berlandaskan Program Oriented, bukan Budget
Oriented. Kebutuhan anggaran yang diajukan meliputi kebutuhan operasional
sehari–hari serta kebutuhan untuk hidup secara layak bagi personil COMMUNITY
POLICING dan keluarganya. Dukungan anggarannya tidak dibebankan kepada satuan
kewilayahan maupun partisipasi masyarakat, namun tetap diperoleh dari
pemerintah.
Agar dalam pelaksanaannya dapat
berjalan secara tertib dan seragam maka perlu dibuat satu system yang mengatur
Communiy Policing, hal ini dapat dilakukan dengan menerbitkan petunjuk
pelaksanaan mauapun petunjuk teknis. Keseragaman ini hanya garis besarnya saja
dimana setiap tempat akan berbeda–beda kondisinya disesuaikan dengan hakekat
ancaman dan karakteristik wilayah serta warganya.
2. Mengedepankan Peran Polsek dan Pospol
COMMUNITY POLICING tidak dapat
dikembangkan dalam jangkauan yang besar sehingga dalam pelaksanaannya tetap mengandalkan
Polsek dan terutama Pospol. Pospol
merupakan unit kerja terdepan bagi Kepolisian dengan area wilayah kerja yang
terbatas. Diharapkan nantinya pospol ini bekerja dalam lingkup komunitas dengan
ciri utamanya adalah adanya kekerabatan/ keakraban antara satu dengan lainnya. Semakin
kecil wilayah yang dilayani oleh seorang personil Community Policing akan
semakin baik dalam pelaksanaan tugasnya karena interaksi yang terjadi antara
polisi dengan warganya akan semakin sering. Polisi bisa lebih memahami kondisi
wilayah tugasnya serta karakteristik warga yang tinggal didalamnya sehingga
dapat membantu dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul.
3. Mengemban Fungsi Polisi Tugas Umum meliputi Sabhara, Bimmas dan Lantas
serta melaksanakan TPTKP.
Kita mengenal bahwa Kejahatan
terjadi apabila Niat bertemu dengan Kesempatan atau dikenal dengan rumus N+K =
KEJAHATAN. Pada umumnya kehadiran polisi dilapangan adalah dalam rangka
meniadakan kesempatan. Ini merupakan konsep tugas Sabhara yang hanya berkutat
pada peniadaan kesempatan saja.
Dalam COMMUNITY POLICING tugas ini perluas meliputi meniadakan Niat,
Kesempatan dan Menigkatkan Partisipasi masyarakat. Meniadakan
Niat untuk melakukan Kejahatan dan menigkatkan Partisipasi masyarakat dilakukan
melalui komunikasi dengan warga. Petugas polisi melakukan kunjungan dari rumah
ke rumah, melakukan dialog dan diskusi serta membangkitkan kesadaran masyarakat
untuk dapat bersama–sama polisi melakukan penegakan hukum. Dalam hal ini
petugas Community Policing tetap mengemban fungsi Bimmas dan deteksi dini.
Kedekatan polisi dengan warganya juga turut berperan dalam mengurangi niat
untuk melakukan pelanggaran, apalagi dalam sistem masyarakat kita yang ,masih
mengenal ”malu” atau sungkan melanggar bila diketahui kerabatnya. Bila polisi
sudah dianggap sebagai kerabatnya maka warga juga akan malu/ sungkan melakukan
pelanggaran.
4. Titik Berat pada Patroli
Tugas utama polisi dalam
COMMUNITY POLICING tetap malakukan patroli dengan menggunakan kendaraan yang
representatif untuk wilayah masing–masing. Pada wilayah tertentu mobil patroli
dapat diandalkan dalam pelaksanaan tugas, namun di wilayah lain mungkin cocok
dengan sepeda motor, sepeda bahkan dengan jalan kaki. Yang harus diingat bahwa
patroli ini bukan sekedar berputar–putar mengelilingi wilayah tugasnya, namun
tetap dibarengi dengan sambang serta melakukan dialog dengan warganya. Tanpa
melakukan sambang dan dialog maka meskipun dekat secara fisik antara polisi dan
warganya, namun secara batiniah tidak ada hubungan antara keduanya. Rasa
memiliki polisi tidak dapat terwujud dengan patroli saja, namun harus dipupuk
melalui kominikasi terbuka dua arah.
Dalam berpatroli petugas
dilengkapi dengan alat–alat komunikasi yang dapat menghubungkan petugas dengan
stasiunnya maupun dengan pimpinan yang lebih tinggi. Selain sebagai alat
kontrol bagi pimpinannya, juga merupakan sarana bagi masyarakat untuk dapat
menghubungi petugas secara cepat apabila memerlukan bantuan.
5. Komunikasi dua arah dengan warga
Esensi COMMUNITY POLICING
adalah menjaga hubungan yang baik antara polisi dengan warganya. Hal ini hanya
dapat terwujud melalui komunikasi dua arah yang terjalin dalam kesetaraan
(sederajat). Polisi tidak berkomunikasi satu arah yang berkesan menggurui
bahkan bisa dianggap mengindoktrinasi. Dalam komunikasi tersebut dapat muncul
permasalahan–permasalahan yang dihadapi warga serta harapan yang mereka
inginkan dari polisinya. Petugas polisi kemudian melakukan analisa secara
bersama–sama dengan warga melalui diskusi untuk meyelesaikan masalah yang ada. Pada
suatu kesempatan dapat saja petugas menyampaikan arahan–arahan ataupun petunjuk
yang dianggap perlu dari pimpinannya. Pada kesempatan lain warga dapat
mengajukan beberapa alternatif penyelesaian masalah kepada petugas polisi. Komunikasi
yang terjalin dengan baik inilah ”KUNCI” keberhasilan Community Policing,
karena melalui komunikasi akan didapat saling pengertian antara kedua pihak dan
akan menghilangkan praduga–praduga terhadap polisi yang tidak benar.
6. Desentralisasi kewenangan
Petugas COMMUNITY POLICING
memiliki kewenangan yang terbatas dalam tugasnya di mana mereka diberi
keleluasaan untuk menyusun program dan anggaran serta melakukan
aktivitas–aktivitasnya. Petugas COMMUNITY POLICING dalam merumuskan program dan
rencana kerjanya senantiasa meminta masukan dan bekerja sama dengan masyarakat.
Keterpaduan antara ide–ide polisi dan masyarakat akan melahirkan suatu program
yang lebih tepat daripada dirumuskan sendiri oleh polisinya. Keterlibatan
masyarakat juga mampu membangkitkan semangat dan kemauan warga untuk turut
serta secara aktif membantu polisi dalam pelaksanaan tugasnya.
No comments:
Post a Comment