Tuesday, October 16, 2012

PRINSIP-PRINSIP DASAR PBB TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DAN SENJATA API OLEH APARAT PENEGAK HUKUM


PRINSIP-PRINSIP DASAR PBB
TENTANG
PENGGUNAAN KEKUATAN DAN SENJATA API OLEH APARAT PENEGAK HUKUM


Diadopsi oleh Kongres PBB ke-9 tentang Pencegahan Kejahatan dan
Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan, Havana, Cuba
27 Agustus s/d 7 September 1980


Mengingat bahwa pekerjaan aparat penegak hukum adalah pelayanan sosial yang sangat penting sehingga, dengan demikian, timbul kebutuhan untuk memelihara dan, bilamana perlu, untuk meningkatkan kondisi kerja dan status aparat tersebut,

Mengingat bahwa ancaman terhadap jiwa dan keselamatan aparat penegak hukum harus dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas masyarakat secara keseluruhan,

Mengingat bahwa aparat penegak hukum memainkan peran vital dalam melindungi hak orang atas kehidupan, kebebasan, dan keamanan, sebagaimana dijamin dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diteguhkan dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik,

Mengingat bahwa Aturan Minimum Standar tentang Perlakuan Tahanan menetapkan dalam keadaan seperti apa petugas tempat penahanan boleh menggunakan kekuatan) dalam pelaksanaan kewajibannya,

Mengingat bahwa Pasal 3 Aturan Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum (the Code of Conduct for Law Enforcement Officials) menetapkan bahwa aparat penegak hukum boleh menggunakan kekuatan hanya bilamana benar-benar diperlukan dan hanya sejauh yang diperlukan bagi pelaksanaan kewajiban mereka,

Mengingat bahwa rapat persiapan Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan, yang diadakan di Varenna, Italia, telah menyepakati elemen-elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan terhadap penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum,

Mengingat bahwa Kongres ke-7 tersebut, dalam resolusinya no. 14, antara lain menekankan bahwa penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum perlu sesuai dengan keharusan untuk menghormati HAM secara semestinya,

Mengingat bahwa Dewan Ekonomi dan Sosial (the Economic and Social Council), dalam resolusinya no. 10/1986, seksi IX, tertanggal 21 Mei 1986, mengundang Negara-negara Anggota untuk memberikan perhatian khusus, dalam pelaksanaan Aturan Perilaku ini, terhadap penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum, dan bahwa Sidang Umum, dalam resolusinya no. 41/149  tertanggal 4 Desember 1986, antara lain menyambut baik rekomendasi yang dibuat oleh Dewan tersebut,

Mengingat bahwa sudah semestinya bilamana, dengan memperhatikan keselamatan pribadi aparat penegak hukum secara semestinya, hal-hal berikut ini perlu dipikirkan: peran aparat penegak hukum sehubungan dengan penyelenggaraan keadilan; perlindungan hak orang atas kehidupan, kebebasan, dan keamanan; tanggung jawab aparat penegak hukum untuk memelihara keselamatan umum dan kedamaian sosial; dan pentingnya kualifikasi, pelatihan, dan aturan perilaku bagi mereka,

MAKA prinsip-prinsip dasar yang dinyatakan di bawah ini, yang telah dirumuskan dalam rangka membantu Negara-negara Anggota dalam melaksanakan tugas mereka memastikan serta meningkatkan peran yang tepat dari aparat penegak hukum, perlu diperhitungkan dan dihormati oleh Pemerintah-pemerintah di dalam kerangka peraturan perundang-undangan dan praktek nasional masing-masing dan perlu diperhatikan oleh aparat penegak hukum serta pihak-pihak lain, seperti hakim, jaksa, pengacara, anggota eksekutif, anggota yudikatif, dan masyarakat.

KETENTUAN UMUM

1.    Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum mengadopsi dan melaksanakan aturan-aturan dan peraturan-peraturan tentang penggunaan kekuatan dan senjata api terhadap orang oleh aparat penegak hukum.   Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum selalu melakukan kaji ulang terhadap permasalahan etika yang terkait dengan penggunaan kekuatan dan senjata api.

2.    Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum perlu mengembangkan sebanyak mungkin jenis sarana untuk melengkapi aparat penegak hukum dengan berbagai jenis senjata dan amunisi yang memungkinkan mereka untuk menggunakan kekuatan dan senjata api secara terdiferensiasi.  Berbagai sarana/senjata tersebut perlu mencakup antara lain senjata pelumpuh yang tidak mematikan untuk digunakan dalam situasi yang semestinya, dengan tujuan untuk memperkuat pengekangan atas penggunaan sarana-sarana yang menimbulkan kematian atau luka-luka.   Untuk tujuan yang sama, perlu dibuka kemungkinan bagi aparat penegak hukum untuk diperlengkapi dengan peralatan bela diri seperti perisai, helm, rompi antipeluru, dan sarana transportasi tahan peluru, dengan maksud mengurangi kebutuhan akan penggunaan senjata jenis apa saja.

3.    Pengembangan dan penyebaran senjata pelumpuh yang tidak mematikan perlu dievaluasi dengan cermat untuk memperkecil risiko membahayakan orang-orang yang tidak terlibat, dan penggunaan senjata-senjata semacam ini perlu dikontrol dengan cermat.

4.    Dalam melaksanakan kewajiban mereka, aparat penegak hukum sejauh mungkin menggunakan sarana non-kekerasan sebelum memutuskan untuk menggunakan kekuatan dan senjata api.  Mereka boleh menggunakan kekuatan dan senjata api hanya bilamana sarana-sarana lain tetap tidak efektif dan tidak memberikan harapan akan tercapainya tujuan yang hendak dicapai.

5.    Bilamana penggunaan kekuatan dan senjata api secara sah tidak dapat dihindari, maka aparat penegak hukum:

(a)   melaksanakan pengekangan diri dalam penggunaan kekuatan dan senjata api tersebut dan bertindak secara proporsional terhadap keseriusan pelenggaran yang sedang berlangsung serta terhadap tujuan absah yang hendak dicapai;

(b)   memperkecil kemungkinan kerusakan dan luka-luka, dan menghormati serta memelihara kehidupan manusia;

(c)   memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dan bantuan medis diberikan dalam waktu secepat mungkin kepada setiap orang yang terluka atau terkena dampak lain;

(d)  memastikan bahwa kerabat atau teman dekat orang yang terluka atau yang terkena dampak diberitahu secepat mungkin.

6.    Bilamana timbul luka-luka atau kematian yang disebabkan oleh penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum yang bersangkutan melaporkan insiden ini dengan segera kepada atasannya, sesuai dengan prinsip 22.

7.  Pemerintah-pemerintah memastikan bahwa penggunaan kekuatan dan senjata api secara sewenang-wenang atau semena-mena oleh aparat penegak hukum dipidana sebagai pelanggaran pidana berdasarkan hukum masing-masing.

8.  Keadaan luar biasa, misalnya ketidakstabilan politik dalam negeri atau situasi darurat publik lainnya, tidak boleh dipakai sebagai dalih untuk membenarkan penyimpangan dari prinsip-prinsip tersebut.

KETENTUAN KHUSUS

9.    Aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan senjata api terhadap orang kecuali sebagai bela diri atau untuk membela orang lain dari ancaman segera kematian atau luka parah, untuk mencegah dilakukannya kejahatan sangat serius yang melibatkan ancaman yang nyata terhadap jiwa, untuk menangkap seseorang yang menunjukkan bahaya semacam itu serta melawan pihak berwenang, atau untuk mencegah lolosnya orang semacam itu, dan hanya bilamana sarana lain yang tidak seekstrim itu kurang memadai untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

10.  Dalam keadaan sebagaimana ditetapkan dalam prinsip 9, aparat penegak hukum memberitahukan identitasnya sebagai aparat penegak hukum dan memberikan peringatan yang jelas akan tekadnya untuk menggunakan senjata api serta memberikan waktu yang cukup agar peringatan tersebut diindahkan, kecuali jika melakukan hal tersebut membahayakan aparat penegak hukum yang bersangkutan secara berlebihan atau merupakan hal yang jelas-jelas tidak semestinya atau tidak ada gunanya mengingat keadaan yang ada.

11. Aturan-aturan dan peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata api oleh aparat penegak hukum perlu mencakup pula pedoman yang:

(a)   merinci keadaan-keadaan di mana aparat penegak hukum diizinkan untuk membawa senjata api dan jenis-jenis senjata api dan amunisi yang boleh dibawa;

(b)   memastikan bahwa senjata api hanya dipakai dalam keadaan yang semestinya dan dengan cara yang berkemungkinan memperkecil risiko kecelakaan yang tidak perlu;

(c)   melarang penggunaan jenis-jenis senjata api dan amunisi yang menyebabkan luka-luka yang tidak dapat dibenarkan atau yang menimbulkan risiko yang tidak dapat dibenarkan;

(d)  mengatur pengontrolan, penyimpanan, dan pemberian senjata api, termasuk prosedur untuk memastikan bahwa aparat penegak hukum memberikan pertanggungjawaban atas senjata api dan amunisi yang diberikan kepada mereka;

(e)  mengharuskan aparat  penegak hukum  untuk  memberikan peringatan, apabila keadaannya memungkinkan, bilamana senjata api hendak digunakan;

(f)   mengharuskan diberlakukannya sebuah sistem pelaporan bagi aparat penegak hukum setiap kali mereka menggunakan senjata api dalam pelaksanaan tugas.

MENERTIBKAN KUMPULAN MASSA YANG TIDAK SAH

12.  Karena setiap orang diperbolehkan ikut serta dalam kumpulan massa yang sah dan damai, sesuai dengan prinsip-prinsip yang termaktub dalam Deklarasi Universal tentang HAM dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, maka Pemerintah-pemerintah, lembaga-lembaga penegakan hukum, dan aparat penegak hukum mengakui bahwa kekuatan dan senjata api boleh digunakan hanya sesuai dengan prinsip 13 dan 14.

13. Dalam membubarkan kumpulan massa yang tidak sah tetapi tidak beringas, aparat penegak hukum menghindari penggunaan kekuatan atau, bilamana hal tersebut tidak mungkin, membatasi penggunaan kekuatan pada tingkat minimum yang diperlukan.

14.  Dalam membubarkan kumpulan massa yang beringas, aparat penegak hukum boleh menggunakan senjata api hanya bilamana sarana lain yang tidak seberbahaya itu tidak praktis untuk digunakan dan hanya pada tingkat minimum yang diperlukan.  Aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan senjata api dalam kasus-kasus semacam itu, kecuali sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam prinsip 9.


MENERTIBKAN ORANG DALAM PENAHANAN

15. Dalam berhubungan dengan orang-orang yang ditahan, aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan kekuatan, kecuali bilamana benar-benar diperlukan untuk memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungan tempat penahanan atau bilamana keselamatan pribadi terancam.

16. Dalam berhubungan dengan orang-orang  yang ditahan, aparat penegak hukum tidak boleh menggunakan senjata api, kecuali sebagai bela diri atau untuk membela orang lain dari ancaman kematian atau luka-luka serius yang nyata, atau bilamana penggunaan senjata api benar-benar diperlukan untuk mencegah lolosnya tahanan yang menampilkan bahaya sebagaimana dimaksud dalam prinsip 9.

17.  Prinsip-prinsip sebagaimana disebutkan di atas tidak mengurangi hak, kewajiban, dan tanggung jawab petugas tempat penahanan sebagaimana diuraikan dalam Aturan Minimum Standar tentang Perlakuan Tahanan, terutama aturan 33, 34, dan 54.


KUALIFIKASI, PELATIHAN, DAN KONSELING

18. Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa seluruh aparat penegak hukum diseleksi berdasarkan prosedur penyeleksian yang tepat, mempunyai moralitas, kondisi psikologis, dan kondisi fisik yang semestinya untuk dapat secara efektif melaksanakan tugas mereka, dan menerima pelatihan profesional secara seksama dan terus menerus.   Kebugaran mereka untuk melaksanakan tugas perlu ditinjau secara berkala.

19. Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa seluruh aparat penegak hukum diberi pelatihan dan diuji sesuai dengan standar kemampuan yang semestinya mengenai penggunaan kekuatan.  Aparat penegak hukum yang diharuskan membawa senjata api perlu diizinkan membawa senjata api hanya bilamana telah selesai mengikuti pelatihan khusus mengenai penggunaan senjata api.

 20. Dalam pelatihan bagi aparat penegak hukum, Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memberikan perhatian khusus kepada masalah-masalah yang terkait dengan etika kepolisian dan HAM, terutama dalam proses penyelidikan, kepada cara-cara alternatif selain penggunaan kekerasan dan senjata api, misalnya penyelesaian konflik secara damai, pemahaman mengenai perilaku kumpulan massa, dan metoda persuasi, negosiasi, dan mediasi, maupun kepada sarana-sarana teknis,  dengan tujuan membatasi penggunaan kekuatan dan senjata api.  Lembaga penegakan hukum melakukan kaji ulang atas program pelatihan dan prosedur operasional mereka dengan mengacu pada insiden-insiden tertentu yang terjadi.

21.  Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum menyediakan konseling tentang stres bagi aparat penegak hukum yang terlibat dalam situasi-situasi di mana kekuatan dan senjata api dipergunakan.

PROSEDUR PELAPORAN DAN PENINJAUAN

22. Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memberlakukan prosedur pelaporan dan peninjauan yang efektif untuk semua insiden sebagaimana disebutkan dalam prinsip 6 dan 11(f).  Untuk insiden-insiden yang dilaporkan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa proses peninjauan yang efektif tersedia dan bahwa pihak independen yang mempunyai wewenang di bidang administrasi dan penuntutan hukum berada dalam posisi untuk melaksanakan yurisdiksi dalam keadaan-keadaan yang semestinya.  Dalam hal timbul kematian dan luka-luka serius atau konsekuensi berat lainnya, sebuah laporan rinci perlu dikirimkan dengan segera kepada pihak berwenang yang bertanggung jawab melakukan peninjauan administratif dan mengadili. 

23. Orang-orang yang terkena dampak penggunaan kekuatan dan senjata api atau kuasa hukum mereka mempunyai akses ke proses yang independen, termasuk proses pengadilan.  Dalam hal orang yang bersangkutan tewas, ketentuan ini berlaku bagi orang yang menjadi tanggungan mereka.

24. Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa perwira atasan dimintai pertanggungjawaban jika mereka tahu, atau seharusnya tahu, bahwa aparat penegak hukum yang menjadi bawahannya sedang menggunakan, atau telah menggunakan, kekuatan dan senjata api secara tidak sah, tetapi tidak mengambil semua langkah yang berada di bawah kewenangannya untuk mencegah, menindak, atau melaporkan penggunaan kekuatan dan senjata api tersebut.

25. Pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga penegakan hukum memastikan bahwa sanksi pidana atau sanksi disipliner tidak diberikan kepada aparat penegak hukum yang, karena mematuhi Aturan Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum dan prinsip-prinsip dasar ini, menolak melaksanakan perintah penggunaan kekuatan dan senjata api atau yang melaporkan penggunaan kekuatan dan senjata api oleh rekannya. 

26.  Kepatuhan terhadap perintah atasan tidak boleh dipakai sebagai dalih untuk membela diri jika aparat penegak hukum yang bersangkutan tahu bahwa perintah penggunaan kekuatan dan senjata api yang telah mengakibatkan kematian atau luka-luka serius pada seseorang itu adalah perintah yang nyata-nyata tidak sah dan dia mempunyai kesempatan yang wajar untuk menolak perintah tersebut. Bagaimanapun juga, tanggung jawab juga terletak pada atasan yang telah memberikan perintah yang tidak sah.

Catatan:
*Sesuai dengan ulasan Pasal 1 Aturan Perilaku bagi Aparat Penegak Hukum, istilah "aparat penegak hukum" mencakup pula semua petugas hukum, baik yang diangkat maupun yang dipilih, yang melaksanakan wewenang kepolisian, terutama wewenang untuk menangkap atau menahan.  Di negara-negara yang wewenang kepolisiannya dilaksanakan oleh militer, baik yang berseragam ataupun yang tidak, atau oleh pasukan keamanan Negara, maka definisi "aparat penegak hukum" tersebut dianggap mencakup pula para anggota militer atau anggota pasukan semacam itu.

No comments:

Post a Comment