Thursday, October 11, 2012

Korupsi dan Perubahan Budaya Organisasi


Korupsi dan Perubahan budaya Organisasi

Selamat pagi Indonesia,

Dunia Polri akhir-akhir ini rasanya, tidak henti-hentinya dihebohkan dengan headline korupsi. Kalau merunut pada beberapa komentator profesional maupun amatir, maka Polri di seteorotip-kan sebagai salah satu organisasi yang memberi kontribusi dalam tren terjadinya korupsi di Indonesia (mohon saya jangan ditanya detail referensi tulisa2 tsb).

Banyak sebenarnya "potensi" korupsi klasik yang "bisa terjadi/ sedang terjadi/ belum terjadi" dilingkungan para pimpinan kesatuan Polri (sebagai  Kuasa pengguna Anggaran maupun Pejabat Pembuat Komitmen).
Jika tidak berhati-hati, dapat saja para kasatwil yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman birokrasi serta tidak memiliki niat untuk korupsi menjadi korban (kasus simulator sim?)

Mengapa berbagai reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Polri tampaknya, meskipun telah memberikan dampak bagi perubahan birokrasi Polri, namun tetap saja pandangan sebagian orang kita (Polri) dianggap sebagai organisasi yang belum bersih dan melayani? (maaf kalau saya salah...)

Masalah dasar dalam birokrasi yang korup pada umumnya menyangkut sistem dan budaya. Prosedur yang tidak jelas, tumpang tindih, kontradiksi satu sama lain, jelas akan menghidupkan corruption by system (korupsi karena dipaksa). Misalnya saja sistem rekrutmen dan promosi jabatan yang tertutup dan kolutif. Demikian pula sistem penggajian yang tidak berbasis kinerja, keadilan, dan kecukupan akan menghasilkan corruption by needs (korupsi karena terpaksa). Jika dua jenis korupsi ini terhubung dengan pengaruh politik kepentingan (baik individu maupun kelompok), maka akan tercipta corruption by greedy (korupsi yang memaksa karena keserakahan)..

Untuk penyebab masalah budaya, umumnya terjadi pembiaran perilaku korup di birokrasi, yang kemudian diterima secara umum. Misalnya; pemalsuan dokumen kwitansi makan siang, down prize harga makan tahanan, uang administrasi bbn, uang nomor cantik, uang terimakasih buat surat kehilangan, dll..

Akumulasi terhadap pembiaran perilaku koruptif ini lama-kelamaan mengakibatkannya menjadi budaya yang diterima. Apalagi sikap mental masyarakat juga membiarkan (ya sudahlah daripada repot BBN sendiri, mending bayar on the road lewat dealer.., ngadep bawa oleh2 z

Persoalan sistem dan budaya dalam organisasi kita  ini memang sangat kompleks. Maka, perubahannya pun harus bersifat resiprokal dan secara paralel. Sistem yang baik dan unggul akan mengurangi atau mencegah praktik budaya yang korup dan mempercepat pembentukan sistem yang paripurna.

Kesulitan reformasi birokrasi Polri (seperti nama milis ini RB polri) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengubah sistem dan budaya secara bersamaan. Perubahan budaya tidak bisa dilakukan secara instan dan sering hasilnya bersifat intangible (tidak berwujud). Demikian pula perubahan sistem birokrasi dilungkungan Polri sangat juga dipengaruhi oleh sistem tata nilai organisasi (nah ini yang repot), sistem tata politik negara, dan sistem penegakan hukum, kode etik dan profesi serta pengaruh kuat budaya masyarakat.

Bagaimana masukan solutif saya?

Strategi akselerasi reformasi birokrasi Polri, difokuskan untuk menyelesaikan persoalan sistem dan budaya birokrasi Polri yang agak kompleks ini (kalau tidak salah reformasi polri pada awalnynya difokuskan pada 3 hal; struktural, intstrumental dan kultural). Nyatanya sisi reformasi kultural ini memang agak kedodoran...

Memang tidak mudah. Struktur pemerintahan sudah sangat desentralistik, namun struktur organiasai Polri masih sentralistik.

Disatu sisi praktek birokrasi di pemerintahan daerah sangat fragmented, namun pola tindakan kepolisian "seolah2 dipaksakan harus seragam". Kesulitan mengubah  sub-budaya birokrasi juga disebabkan kuatnya pengaruh eksternal organisasi, dimana Polri sebagai "alat negara" dewasa ini menjadi "utilities" atau seperangkat alat yang dianggap bisa digunakan oleh siapapun yang berkepentingan dengannya dan menjadi "alat menyebalkan" bagi siapapun yang berinteraksi dengannya..

Pada sisi lainnya, sebagian agenda reformasi birokrasi Polri bertujuan jangka panjang dan baru dirasakan 10 sampai 15 tahun (Grand Strategi Polri berujung pada kurun waktu 2025). Disisi lain RBP polri juga ada yang bertujuan jangka pendek untuk memperoleh kepercayaana masyarakat yang secepat-cepatnya, bahwa birokrasi telah berubah melalui beberapa upaya antara lain quick wins, creative breakthrough, terobosan, dll..

Karena itu, pendekatan reformasi birokrasi Polri yang menggabungkan strategi pada level makro maupun mikro. Di tingkat makro reformasi sistem dan budaya pada lingkungan Polri dilakukan dengan perbaikan relasi eksternal dengan berbagi counterpart (KPK, Ombudsman, BNN, dll) dan para stake holder strategis, baik dalam bentuk Kerjasama strategis maupun taktis, seperti CJS, Lembaga Tinggi Negara, Legislatif, akademisi, Pemangku Media massa, LSM vokalis, dan para Opinion Setter, dll

Secara makro juga dilakukan melalui pengembangan sistem yang terintegrasi dari berbagai macam subsistem dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK); Nah disini kita kembali bicara ttg panggilan darurat (apapun namanya 110/ 112/ 911?) serta integrasi Radio Komunikasi dan kinerja berbasis webnet.

Apa yang saya sampaikan diatas bukan hal yang terlalu di awang2.. Dan bahkan apapun program PBB di negara2 yang terlibat konflik saat ini, kinerja technology dan panggilan darurat adalah salah satu strategi pengembangan kapasitas kepolisian negara2 yang kami program..

Di tingkat mikro, reformasi birokrasi Polri harus dilakukan oleh masing-masing pimpinan dalam level apapun. Bentuknya mulai dari mulai perubahan cara berfikir (mindset) dan culture set, perubahan sistem pengelolan personil diberbagai tingkatan, perubahan sistem akuntabilitas dan transparansi (keuangan maupun kinerja), hingga perubahan proses bisnis pelayanan..., wah ini yang perlu benchmark..

Strategi kedua adalah penguatan kontrol masyarakat terhadap roda organisasi Polri melalui participative governance (sepertinya gak kurang2 yang ini). Kultur organisasi kita akan berubah jika ada tekanan politik dari masyarakat dalam pelayanan, kepolisian, dan proses penegakkan hukum. Penguatan kontrol masyarakat dilakukan melalui pembentukan sistem pengaduan masyarakat, penetapan maklumat pelayanan (ada pengumuman yang jelas prosedur dan prosesnya), pengukuran indeks kepuasaan masyarakat (ini tidak bisa dihindari karena tiap tahun Polri diukur terus oleh LSM-LSM), dan keterbukaan informasi publik (public disclosure). .

Strategi ketiga adalah pembentukan sistem pengelolaan SDM yang berbasis kompetensi dan terbuka. Perilaku korup dimulai dari proses rekrutmen, pendidikan, hingga promosi jabatan. Upaya untuk mengubahnya, diciptakan sistem rekrutmen yang terbuka, independen, dan profesional. Sistem promosi jabatan harus dilakukan secara terbuka dan memberikan kesempatan kepada setiap calon yang memenuhi syarat kompetensi jabatan untuk memaparkan visi misi dan action plan nya bila dia ditempatkan dalam jabatan ttt. Bukan sekadar kepangkatan dan senioritas. Ehem;  saya sudah mulai mempersiapkan diri untuk dipimpin oleh adik2 saya.. Sepanjang mereka memang pantas untuk menjadi pimpinan saya..

Dewasa ini, kementian PAN berupaya memperkuat akuntabilitas dan integritas seluruh birokrat (lah ini tentunya termasuk Polri) melalui konsep zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani. Wujudnya melalui pelaporan harta kekayaan untuk semua aparat birokrasi, penegakan kode etik, penanganan konflik kepentingan, pembentukan whistleblower system, post-employment policy, serta penelusuran transaksi rekening yang tidak wajar (boleh tanya ahlinya KBP Agung Setia, masalah ini dan ini bisa menimpa siapa saja diantara kita..). Transaksi tidak wajar bukan berarti bersalah namun, proses pembuktian terbalik ini akan memakan energi besar bagi siapapun yang dilaporkan dan bisa saja terjadi character assassination pada proses karier ybs.. Permasalahan menjadi pelik apabila ybs tidak mampu membuktikan dan menjadi hutang organisasi untuk menjawab laporan PPATK..

Untuk mendukung akuntabilitas dan integritas Polri sebagaimana saya sampaikan diatas, maka perubahan sistem penggajian yang adil, layak, dan berbasis kinerja juga merupakan kunci perubahan kultur dalam birokrasi. Strategi ini gabungan antara perubahan sistem dan perubahan budaya secara bersama-sama. Tidak ada jalan pintas dalam reformasi birokrasi Polri, tetapi berbagai strategi ini diharapkan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang kita cintai...

Sementara yang terakhir (sistem penggajian) belum bisa dipenuhi oleh negara..? Bagaimana kita mensiasatinya?

Hiduplah pada jamannya..



Direnungkan dan ditulis dengan menggunakan berbagai referensi, pengetahuan, pengalaman dll.. Kalau masih banyak kekurangan; mhn dimaafkan karena hidup bagi saya adalah rangkaian proses belajar yang tak pernah berhenti..:

Salam hormat dari tempat saya bertugas saat ini..

No comments:

Post a Comment