Sebenarnya bukan
saatnya saya harus menulis subuh2 disini. Tapi bagaimana lagi? Hasrat untuk
menulis begitu menggebu-gebu. Jadi walaupun sekarang masih dalam kondisi jetlag
kembali dari perjalanan jauh, tak apalah rasanya jika saya meluangkan waktu
beberapa menit untuk sekedar meluncurkan berbagai isi kepala yang tiba-tiba
berkeliaran dengan bebasnya segera setelah membaca TR mutasi Polri. Saya yakin
mutasi ini telah ditunggu-tunggu lama oleh sebagian rekan-rekan, dan sebagian
lagi terlihat pasrah ketika namanya belum masuk dalam gerbong..
Beberapa waku yang lalu saya ditanya. Ya… ada yang bertanya kepada saya. Seseorang bertanya bagaimana pendapat saya tentang jabatan di kepolisian?
Jika saat itu yang bertanya adalah pimpinan saya langsung, mungkin tanpa ragu saya akan menjawab pengertian jabatan sebagaimana sesuai dengan materi pelajaran yang telah saya dapatkan, kalau perlu sesuai redaksi di dalam text booknya. Namun saat itu, seketika lidah saya kelu untuk menjawab. “Speechless” kalau orang-orang bilang.
Bukan karena apa-apa, tapi tentu saja karena saya memiliki definis jabatan menurut versi saya sendiri. Dan mungkin setiap orang juga sudah tau kalau jabatan itu adalah sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, sebuah beban yang dipikul dan kelak akan dimintai laporan kinerjanya oleh manusia secara formal di dunia, namun sejatinya akan lebih diperhitungkan ketika ditanyai oleh Allah di akhirat.
Jabatan itu ibarat “pedang” yang memiliki dua mata sisi yang berlawanan, bisa dijadikan sebagai jalan untuk meraih ridho Allah sekaligus bisa kita jadikan ajang untuk mendapatkan murkanya Allah.
Namun saya tak tertarik untuk membahas jabatan “versi” di atas kala itu. Maka terlontarlah kata-kata (yang amat sangat susah untuk saya rangkai) kalau jabatan itu adalah amanah, merupakan tarbiyah dari Allah. Amanah adalah penjaga kita, dan tentu saja semua orang telah dititipi amanah dari Allah akan dipertanggungjawabkan kelak”. .
Senior dan pembaca milis, ketika setahun yang lalu saya pertama kali menginjakkan kaki di kantor markas besar PBB sini. Kala itu begitu banyak ketidakpahaman yang berloncatan di pikiran ini,”Kenapa saya?”, “Wah bagaimana ini?”, “what should I do then?”, “Hey!!! Kalian salah orang, I’m not the right one!”. Dunia baru ini begitu memusingkan saya. Memang benar saya tiba disini melalui proses perekrutan dan seleksi yang panjang, bukan saja didalam negri namun juga bersaing dengan calon-negara lain..
Namun akhirnya saya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sedikit melihat potensi diri “yang mungkin” menjadi kausalitas perekrutan tersebut. Saya yang dasarnya memang gamang, tanpa adanya "ilmu yang cukup”, menjalankan amanah itu selayaknya orang buta yang mencoba mengenali pemetaan benda-benda yang ada di sekitarnya.
Saya mencoba mengikuti setiap alur yang ada. Dan bahkan keluargapun saya bawa tanpa tau akan tinggal dimana. Dihitung-hitung ini adalah proses mutasi saya yang ke 15 selama jadi polisi.. Namun baru kali ini saya berdinas di dunia yang tidak saya pahami sebelumnya.
Diam-diam saya sempat berfikir untuk menjalani semua ini apa adanya, tanpa semangat yang membuncah karena saya fikir amanah ini bukanlah sesuatu yang penting, yang penting saya sudah berusaha menjalankan dan whatever dengan hasilnya (naudzubillah).
Diri ini yang masih terlalu dini untuk sebuah amanah yang “berat” menyebabkan saya menjadi ibaratnya seorang bayi premature. Seseorang yang dipercepat proses kelahirannya. Tahun pertama menjadi “kaput” begitu berat, bekerja di organisasi terbesar di dunia..
Nah ketika itulah proses “tarbiyah” dari Allah itu terlaksana. Perlahan namun pasti “sesuatu” yang saya jalankan dengan penuh keberatan itu menyebabkan saya menemukan hal yang luar biasa. Saya terus mencoba membuka diri untuk hal-hal baru yang saya dapatkan ketika itu. Saya tetap berusaha mencoba menjadi “gelas yang setengah kosong setengah berisi” ketika tarbiyah itu merekayasa dengan indahnya pemahaman-pemahaman baru di dalam benak saya ini. Yang perlahan namun pasti mengetuk hati yang sedikit tertutup awalnya.
Senior dan rekan yang saya hormati, sejalan dengan proses mutasi jabatan yang terus berlangsung ditubuh Polri. Ijinkanlah saya tidak hanya sekedar menyampaikan ucapan selamat kepada yang mendapatkan amanah, namun juga saya ingin mengingatkan diri saya sendiri, bahwa jabatan kita ini juga sama seperti kehidupan kita yang penuh dengan amanah..
Amanah itu adalah titipan. Ya, titipan yang kelak akan diambil lagi… seperti saya yang ketika saya sudah mulai merasakan “asyik” nya menjalankan amanah itu, limit waktu itu pun semakin mandekat. Sudah saatnya amanah itu diambil lagi dan akan diberikan kepada orang yang berhak (siapapun pengganti saya dan dari negara manapun dia tergantung nanti siapa yang terpilih). Dan saya akhirnya hanya bisa termangu, menyadari begitu banyak yang masih belum sempat saya lakukan dengan amanah saya saat ini…..
Namun perlu kita garis bawahi semua. Amanah itu bukan hanya sesuatu yang sering kita temukan dalam serah terima jabatan, duduk mendapatkan sebuah gelar kebanggaan. Amanah bukan hanya sekedar itu. Ingatkah kita semua? Malaikat, tumbuhan dan hewan menolak untuk diberi amanah karena saking beratnya amanah tersebut. Namun manusia menerimanya. Yah, diri kita ini adalah amanah dari Allah. Akan mau dibawa kemana tubuh ini juga akan dipertanyakan, dipertanggungjawabkan di depan penciptanya, sang pemilik amanah.
Amanah tidak pernah salah memilih siapa yang akan memikulnya teman! Siap atau tidak ia akan datang. Memang sedikit sekali option yang dapat kita pilih, menerima amanah dengan penuh kesiapan, menerima amanah dalam keadaan tidak siap, atau menyerah dan menjadi generasi-generasi yang terlupkan dan tergantikan?
Memang amanah adalah cobaan, dan Allah tidak akan mencoba dan menguji hambaNya di luar batas kesanggupan dari manusia. Jadi untuk setiap amanah yang kita dapatkan maka optimislah amanah itu akan kita pikul dengan baik dan maksimal sehingga kelak ketika dipertanyakan oleh Allah, kita mampu menjawabnya dengan baik.
Saudara-saudaraku yang sedang mengemban amanah apapun, saya mengajak diri saya pribadi dan kita semua untuk melakukan yang terbaik dan mengeluarkan semua potensi maksimal yang kita miliki karena sesungguhnya Allah lebih melihat proses bukan hasil.
Jadi bersemangatlah dengan setiap amanah yang datang dan pergi silih berganti. Selama kita masih hidup dan bernafas di bumi ini, insya Allah akan selalu ada amanah di sekitar kita.
Selamat bagi yang mendapatkan amanah baru, selamat bagi yang masih diberi kepercayaan mendapat amanah apapun di Polri..
Beberapa waku yang lalu saya ditanya. Ya… ada yang bertanya kepada saya. Seseorang bertanya bagaimana pendapat saya tentang jabatan di kepolisian?
Jika saat itu yang bertanya adalah pimpinan saya langsung, mungkin tanpa ragu saya akan menjawab pengertian jabatan sebagaimana sesuai dengan materi pelajaran yang telah saya dapatkan, kalau perlu sesuai redaksi di dalam text booknya. Namun saat itu, seketika lidah saya kelu untuk menjawab. “Speechless” kalau orang-orang bilang.
Bukan karena apa-apa, tapi tentu saja karena saya memiliki definis jabatan menurut versi saya sendiri. Dan mungkin setiap orang juga sudah tau kalau jabatan itu adalah sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, sebuah beban yang dipikul dan kelak akan dimintai laporan kinerjanya oleh manusia secara formal di dunia, namun sejatinya akan lebih diperhitungkan ketika ditanyai oleh Allah di akhirat.
Jabatan itu ibarat “pedang” yang memiliki dua mata sisi yang berlawanan, bisa dijadikan sebagai jalan untuk meraih ridho Allah sekaligus bisa kita jadikan ajang untuk mendapatkan murkanya Allah.
Namun saya tak tertarik untuk membahas jabatan “versi” di atas kala itu. Maka terlontarlah kata-kata (yang amat sangat susah untuk saya rangkai) kalau jabatan itu adalah amanah, merupakan tarbiyah dari Allah. Amanah adalah penjaga kita, dan tentu saja semua orang telah dititipi amanah dari Allah akan dipertanggungjawabkan kelak”. .
Senior dan pembaca milis, ketika setahun yang lalu saya pertama kali menginjakkan kaki di kantor markas besar PBB sini. Kala itu begitu banyak ketidakpahaman yang berloncatan di pikiran ini,”Kenapa saya?”, “Wah bagaimana ini?”, “what should I do then?”, “Hey!!! Kalian salah orang, I’m not the right one!”. Dunia baru ini begitu memusingkan saya. Memang benar saya tiba disini melalui proses perekrutan dan seleksi yang panjang, bukan saja didalam negri namun juga bersaing dengan calon-negara lain..
Namun akhirnya saya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sedikit melihat potensi diri “yang mungkin” menjadi kausalitas perekrutan tersebut. Saya yang dasarnya memang gamang, tanpa adanya "ilmu yang cukup”, menjalankan amanah itu selayaknya orang buta yang mencoba mengenali pemetaan benda-benda yang ada di sekitarnya.
Saya mencoba mengikuti setiap alur yang ada. Dan bahkan keluargapun saya bawa tanpa tau akan tinggal dimana. Dihitung-hitung ini adalah proses mutasi saya yang ke 15 selama jadi polisi.. Namun baru kali ini saya berdinas di dunia yang tidak saya pahami sebelumnya.
Diam-diam saya sempat berfikir untuk menjalani semua ini apa adanya, tanpa semangat yang membuncah karena saya fikir amanah ini bukanlah sesuatu yang penting, yang penting saya sudah berusaha menjalankan dan whatever dengan hasilnya (naudzubillah).
Diri ini yang masih terlalu dini untuk sebuah amanah yang “berat” menyebabkan saya menjadi ibaratnya seorang bayi premature. Seseorang yang dipercepat proses kelahirannya. Tahun pertama menjadi “kaput” begitu berat, bekerja di organisasi terbesar di dunia..
Nah ketika itulah proses “tarbiyah” dari Allah itu terlaksana. Perlahan namun pasti “sesuatu” yang saya jalankan dengan penuh keberatan itu menyebabkan saya menemukan hal yang luar biasa. Saya terus mencoba membuka diri untuk hal-hal baru yang saya dapatkan ketika itu. Saya tetap berusaha mencoba menjadi “gelas yang setengah kosong setengah berisi” ketika tarbiyah itu merekayasa dengan indahnya pemahaman-pemahaman baru di dalam benak saya ini. Yang perlahan namun pasti mengetuk hati yang sedikit tertutup awalnya.
Senior dan rekan yang saya hormati, sejalan dengan proses mutasi jabatan yang terus berlangsung ditubuh Polri. Ijinkanlah saya tidak hanya sekedar menyampaikan ucapan selamat kepada yang mendapatkan amanah, namun juga saya ingin mengingatkan diri saya sendiri, bahwa jabatan kita ini juga sama seperti kehidupan kita yang penuh dengan amanah..
Amanah itu adalah titipan. Ya, titipan yang kelak akan diambil lagi… seperti saya yang ketika saya sudah mulai merasakan “asyik” nya menjalankan amanah itu, limit waktu itu pun semakin mandekat. Sudah saatnya amanah itu diambil lagi dan akan diberikan kepada orang yang berhak (siapapun pengganti saya dan dari negara manapun dia tergantung nanti siapa yang terpilih). Dan saya akhirnya hanya bisa termangu, menyadari begitu banyak yang masih belum sempat saya lakukan dengan amanah saya saat ini…..
Namun perlu kita garis bawahi semua. Amanah itu bukan hanya sesuatu yang sering kita temukan dalam serah terima jabatan, duduk mendapatkan sebuah gelar kebanggaan. Amanah bukan hanya sekedar itu. Ingatkah kita semua? Malaikat, tumbuhan dan hewan menolak untuk diberi amanah karena saking beratnya amanah tersebut. Namun manusia menerimanya. Yah, diri kita ini adalah amanah dari Allah. Akan mau dibawa kemana tubuh ini juga akan dipertanyakan, dipertanggungjawabkan di depan penciptanya, sang pemilik amanah.
Amanah tidak pernah salah memilih siapa yang akan memikulnya teman! Siap atau tidak ia akan datang. Memang sedikit sekali option yang dapat kita pilih, menerima amanah dengan penuh kesiapan, menerima amanah dalam keadaan tidak siap, atau menyerah dan menjadi generasi-generasi yang terlupkan dan tergantikan?
Memang amanah adalah cobaan, dan Allah tidak akan mencoba dan menguji hambaNya di luar batas kesanggupan dari manusia. Jadi untuk setiap amanah yang kita dapatkan maka optimislah amanah itu akan kita pikul dengan baik dan maksimal sehingga kelak ketika dipertanyakan oleh Allah, kita mampu menjawabnya dengan baik.
Saudara-saudaraku yang sedang mengemban amanah apapun, saya mengajak diri saya pribadi dan kita semua untuk melakukan yang terbaik dan mengeluarkan semua potensi maksimal yang kita miliki karena sesungguhnya Allah lebih melihat proses bukan hasil.
Jadi bersemangatlah dengan setiap amanah yang datang dan pergi silih berganti. Selama kita masih hidup dan bernafas di bumi ini, insya Allah akan selalu ada amanah di sekitar kita.
Selamat bagi yang mendapatkan amanah baru, selamat bagi yang masih diberi kepercayaan mendapat amanah apapun di Polri..
Hanya sebuah renungan penyemangat bagi
yang bersyukur sekaligus pereduksi keresahan bagi yang sedang gelisah..
Berkaca dari filosofi cara kerja tukang parkir yang tidak pernah meminta orang yang berkendara untuk parkir di tempatnya karena setiap orang bebas memilih ‘parkiran’ mana yang layak untuk mereka titipkan amanah...dan amanah bukan benda yang bisa diminta atau sedekah bagi orang yang mengemis. :)
ReplyDeleteGreaat reading
ReplyDelete