Kemasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari cinta sesaat, tak lekang oleh waktu. Di era setelah kemerdekaan, di tahun 1950-an, tempat ini masih dikenal sebagai kawasan pinggir kali, tempat orang mencari pasangan.
|
Penjaringan, salah satu
kecamatan di Jakarta Utara, adalah salah satu sabuk dari kota tua Jakarta.
Keberadaannya sudah dikenal sejak awal pembentukan kota Jakarta atau Batavia
pada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini tak lain karena letaknya yang
strategis, tak jauh dari pelabuhan lama, Sunda Kelapa.
Pembagian wilayah Jakarta, dalam
administrasi modern berdasarkan beberapa distrik (setingkat kecamatan) sudah
dimulai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada Abad ke-19. Saat itu, “Stad (kota) Batavia” dengan
daerah-daerah di sekelilingnya merupakan suatu karesidenan, yang dipimpin oleh
seorang residen.
Sampai awal abad ke-20,
karesidenan Jakarta itu terdiri dari wilayah-wilayah yang disebut sebagaiafdeling.
Wilayah Jakarta dibagi menjadi enam afdeling. Afdeling Stad en Voorsteden van
Batavia (kota dan pinggiran
kota) wilayahnya meliputi distrik Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar, dan
Tanah Abang.
Dalam distrik Penjaringan inilah
terletak kawasan Kalijodo. Kawasan yang diapit oleh Kali Angke, dan Sungai
Banjir Kanal yang merupakan sungai buatan untuk mengurangi banjir di wilayah Jakarta.
Kalijodo inilah satu kawasan yang melahirkan banyak legenda di Jakarta.
Sesuai dengan namanya, Kalijodo,
sejak masa-masa penjajahan Belanda dikenal sebagai tempat orang mencari cinta.
Dengan setting sejarah di tahun 1930-an, Novel Ca-Bau-Kan, seperti ditulis
oleh Remy Sylado, mengisahkan kawasan bantaran sungai yang sudah kesohor oleh
para pedagang-pedagang Tionghoa. Di
sini tempat para gadis pribumi mendendangkan lagu-lagu klasik Tiongkok di atas
perahu-perahu yang ditambat di pinggir kali.
Lebih dari sekedar cerita
tentang ketenaran para perempuan penghibur, novel Cau-Bau-Kan, juga syarat dengan
nilai tentang hubungan antar etnis secara lebih realistis. Remy mengisahkan
kehidupan masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia dalam kurun waktu 19181951,
dengan menonjolkan peranan mereka dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Dengan novelnya tersebut Remy Sylado seperti ingin membantah pandangan
stereotip yang menyebutkan, bahwa keturunan Tionghoa tidak memiliki andil dalam
sejarah kemerdekaan Indonesia.
Kemasyuran Kalijodo sebagai
tempat mencari cinta sesaat, tak
lekang oleh waktu. Di era
setelah kemerdekaan, di tahun
1950-an, tempat ini masih dikenal
sebagai kawasan pinggir kali,
tempat orang mencari pasangan.
Bahkan sampai abad ke-21,
Kalijodo selain . menjadi tempat perjudian ilegal, juga berkembang sebagai tempat prostitusi liar. Dari sini pernah terungkap, untuk
pertama kali praktek perdagangan wanita oleh Polsek Metro Penjaringan, pada September tahun 2001.
Praktek penjualan wanita
terungkap setelah salah seorang korban, sebut saja Sari, 22 tahun (bukan nama
sebenarnya), melarikan diri dari sebuah bar, di jalan Kepanduan, kawasan Gang Kambing,
Kelurahan Pejagalan. Dalam kondisi sakit, dia melaporkan perlakuan biadab yang
juga menimpa 16 kawannya yang masih disekap di Bar Cempaka milik Iskandar. Sari
sendiri mengaku harus berjuang keras untuk bisa lolos dari bar itu. Berikut
berbagai usaha yang telah dia lakukan untuk bisa keluar dari cengkeraman
mucikari dan tukang pukul yang selalu mengawasi gerak-geriknya.
Saya ingin lari karena
dibohongi, rasa sakit pada perut juga membuat semakin ingin melarikan diri dari
Bar Cempaka. Sebenarnya niat itu sudah lama ada, namun selalu gagal karena
gerak-geriknya diawasi Mami Sri, pengelola Bar Cempaka. “Saya pernah beberapa
kali minta kepada tamu saya untuk membawa saya pergi dari tempat itu, tetapi
mereka sendiri juga takut dengan centeng-centeng mami yang bertampang sangar.
Namun, ada seorang langganan yang bersedia menelepon bibi saya di Cirebon,”
ujarnya. Kesempatan untuk lari dari tempat itu, lanjut Sari, akhirnya tiba
ketika dia sedang menemani tamu, dan duduk di luar bar. Beberapa kali,
gerak-geriknya diawasi mami, tetapi begitu perhatian mami beralih ke rekan-rekan
lain, Sari langsung kabur. Dia kemudian ditolong seorang warga yang lalu
mengantarkannya ke Mapolsek Penjaringan, untuk melaporkan peristiwa yang
menimpa dirinya.
Pada awalnya, oleh petugas piket
yang menerima laporan tersebut, dianggap kasus biasa, lantaran Bar Cempaka,
tempat Sari disekap memang dikenal sebagai tempat pelacuran. Namun, sebagai
Kapolsek MetroPenjaringan, setelah membaca laporan tersebut, saya katakan bahwa
kasus ini kasus serius, tentang penjualan wanita di bawah umur atau yang
dikenal dalam dunia internasional sebagai women
trafficking.Satu jenis kejahatan terorganisir, seperti halnya sindikat
narkotika.
Betul juga, setelah kami
menelusuri kasus ini, ternyata para tersangka, memang dijebak oleh kelompok
sindikat. Dari pengakuan Sari yang dikuatkan keterangan awan-kawannya setelah
kami menggerebek bar tersebut. Mereka dipaksa untuk menjual diri, setelah
sebelumnya datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah
tangga.
Modus para tersangka menjerat para korban relatif seragam. Setiba mereka di
Jakarta, dari kampung halamannya di Cirebon, Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, di
kawasan stasiun Senen, Jakarta Pusat, dan di terminal Kampung Rambutan, mereka
didekati seseorang. Anggota sindikat inilah yang menebar jaring, membujuk calon
korba0, berdalih akan mencarikan pekerjaan. Jika korban menolak, mulailah
mereka memasang taring. Mereka mengancam dan menyekap korban di rumah kos-kosan
milik pelaku.
Solusi sehat pilihan tepat, apapun sakitnya susu kuda liar sumbawa obatnya klik www.susukudaliar.webs.com
ReplyDelete